EKBIS.CO, JAKARTA—Pemerintah diminta meninjau ulang program “Gertak Birahi” untuk sapi sebab dinilai akan membuat sistem swasembada daging berkelanjutan menjadi rapuh dan dikhawatirkan hanya berorientasi proyek semata.
“Kalau Gertak Birahi, saya khawatir ini akan instan dan tidak berkelanjutan, tingkat keberhasilannya kemungkinan 60 persen saja,” kata Direktur Studi Pertanian Universitas Padjajaran Bandung Ronnie Susman Natawidjaja, Senin (2/2).
Pembiakan sapi intensif, lanjut dia, diikuti dengan program pembuatan semen pembuahan sapi agar tersebar di daerah pengembangbiakan.
Pernyataan itu didasarkan pada hasil sejumlah gerakan massal, seperti “gerakan nasional kakao atau kopi terbukti yang mengalamo banyak hambatan dan kegagalan. Jika pun nanti kuantitasnya banyak, imbuh Ronnie, tapi dari segi kualitas akan meragukan.
Ia juga menilai, gerakan massal seperti itu juga akan membuat pihak pemerintah daerah memandangnya sebagai proyek yang mendatangkan uang, sehingga mereka berlomba-lomba berpartisipasi. Hasilnya, daerah yang tidak memiliki sapi bibit unggul pun akan memaksakan diri untuk masuk program, lantas berakhir dengan kegagalan.
“Bukan masalah pembuahannya, tapi kualitas dari semen untuk menghasilkan anak yang sehatlah yang diperlukan,” tuturnya.
Sementara, kualitas anak yang lahir tergantng dari induknya dan proses pembuatannya yang normal, tidak dipaksakan dalam satu waktu.
“Gertak Birahi itu saya khawatir jadi proyek melulu,” lanjutnya. Karenanya, ia menyarankan agar pemerintah menjalankan program-programnya tidak dengan cara instan, tapi memilih program yang terencana, sistematis dan berkelanjutan.
Ia pun mengusulkan agar menjalankan pengembangbiakan sapi intensif saja. Lantaran ia optimis dalam lima tahun ke depan Indonesia dapat membangun stok sapi yang kuat dalam rangka menuju swasembada.
Ketika itu, negara diprediksinya telah memiliki persediaan induk sapi yang cukup untuk produksi, serta tidak memotong induk tersebut untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menggalakkan program “Gertak Birahi” bagi sapi lokal, guna menekan ketergantungan impor yang telah terjadi selama beberapa tahun ke belakang.
Program ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan sekelompok ternak yang mengalami birahi dalam waktu yang bersamaan sehingga memudahkan dalam proses perkawinan yang dilakukan dengan teknik inseminasi buatan.
Program “Gertak Birahi” beberapa kali ia utarakan dalam sejumlah kunjungan kerja ke luar daerah. Misi tersebut pun sempat ia singgug dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum lama ini.
“Di 2015, program “Gertak Birahi” dan inseminasi buatan dapat terealisasi untuk menghasilkan dua juta ekor sapi,” katanya belum lama ini.