EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program pembangunan infrastruktur dan penyediaan listrik sebesar 35 ribu megawatt. Agar mendorong pembangunan tersebut, pemerintah terus berupaya untuk mengundang investor ke Tanah Air. Salah satu negara yang siap berinvestasi di bidang listrik yakni Polandia.
Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Peter Gonta mengatakan, salah satu perusahaan asal Polandia yakni Alsom menyatakan siap untuk mendukung program pembangunan bagi Indonesia di bidang kelistrikan. Perusahaan tersebut bergerak di bidang pembangkit tenaga listrik yang memproduksi turbin dan boiler. Peter mengatakan, keseriusan negara tersebut untuk berinvestasi telah disampaikan oleh Menteri Perekonomian Polandia melalui surat khusus yang dikirimkan kepada Menteri Perindustrian Republik Indonesia.
"Pada April 2015, perusahaan tersebut akan datang ke Indonesia bersama dengan tim ekonomi mereka," ujar Peter yang ditemui di Kementerian Perindustrian, Senin (9/2).
Peter mengatakan, perusahaan tersebut ingin berpartisipasi membantu penyediaan listrik dengan pembuataan turbin dan boiler. Akan tetapi, Peter belum mengetahui nilai investasi yang ditawarkan karena perusahaan tersebut ingin bertemu terlebih dahulu dengan pemerintah Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi terbesar bagi Polandia karena memiliki pangsa pasar yang besar.
"Sejak 2004, antara Polandia dan Indonesia sudah banyak MoU namun belum di follow up oleh kedua negara," kata Peter.
Polandia tertarik berinvestasi di Indonesia karena merupakan negara maritim yang memiliki laut dan kepulauan luas. Selain ingin berinvestasi di bidang listrik, negara tersebut juga ingin menawarkan pembuatan kapal ikan induk untuk menunjang kekuatan maritim Indonesia.
Peter mengatakan, Polandia memiliki kekuatan di industri maritim dan alutsista. Selain itu, negara tersebut mempunyai kota pelabuhan terbesar yakni Gdańsk. Akan tetapi, selama ini neraca perdagangan antara Indonesia dan Polandia agak timpang. Indonesia memiliki surplus tiga kali lebih besar dengan komoditas perdagangan, diantaranya furniture dan tekstil.