Selasa 24 Mar 2015 12:26 WIB
Mesin Pencetak Uang Negara

DPR: Kasus Mesin Percetakan Negara Jadi Rebutan Kejagung dan KPK

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).

EKBIS.CO, JAKARTA -- DPR RI mengungkap soal salah satu penyebab kelangkaan rupiah di Indonesia. Anggota fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan, merosotnya nilai tukar mata uang nasional belakangan lantaran ketidakmampuan percetakan uang negara memenuhi permintaan Bank Indonesia (BI) soal kebutuhan uang.

Diungkapkan Sufmi ketakmampuan percetakan uang negara itu, diduga lantaran mesin pencetak Rupiah mengalami kerusakan. Kata dia, silinder utama mesin pencetakan uang milik percetakan negara mengalami retak, sehingga tak maksimal melakukan pencetakan.

"Ini saya ungkapkan agar bisa ditindak lanjuti lintas komisi," kata dia, saat menyampaikan pendapat dalam sidang paripurna ke-22 anggota DPR RI. Kerusakan tersebut juga sudah di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak dua kali.

Hasilnya, diterangkan olehnya ada ditemukan penyimpangan dalam belanja spare part mesin percetakan tersebut, namun tak sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan mesin. BPK, dikatakan dia menyatakan ada terjadi kerugian negara atas belanja tak sesuai itu, dan dampak dari kerusakan mesin tersebut.

Hanya saja, laporan BPK itu juga ditutup dari telinga publik. Namun, sekarang kasus tersebut menjadi rebutan antara Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami berharap, pimpinan DPR agar memperhatikan masalah ini. Juga di Komisi VI, IX, di Komisi III, juga di Komisi I," ujar dia.

Dia menambahkan, keterlibatan Komisi I, dibutuhkan karena percetakan uang negara di bawah kordinasi Badan Intelijen Negara (BIN).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement