EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta tegas menghentikan praktik masuknya beras impor illegal. Pasalnya, praktik banjirnya beras impor di masa panen raya sudah berlangsung menahun, terlepas dari ada atau tidaknya instruksi presiden (inpres) nomor 5 tahun 2015.
“Itu namanya penyelundupan, dua kota itu (Batam dan Medan) memang lokasi langganan masuknya beras impor, pemerintah juga sudah tahu,” kata Ketua Umum Serikat Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) Burhan Saidi kepada ROL pada Selasa (24/3).
Masalahnya, lanjut dia, oknum-oknum pemerintah tersebut yang bertahan melakukan kongkalikong dan membiarkan beras impor yang harganya murah itu masuk ke pasar dalam negeri. Maka menurutnya, satu-satunya cara ialah pemerintah harus tegas jika dalam ucapannya bertekad menutup keran impor beras, maka penutupan itu harus direalisasikan dalam tindakan nyata, tanpa kompromi.
“Kecuali untuk beras-beras khusus,” tambahnya.
Untuk solusi jangka panjang, pemerintah juga dapat konsisten dengan ucapannya yang enggan impor beras dengan bersungguh-sungguh menjaga sektor produksi beras agar aman. Yang diperhatikannya, selama ini tindakan pemberian bantuan dan subsidi dilakukan secara seremonial, tapi longgar dalam pemantauannya di lapangan.
Misalnya bantuan traktor, subsidi pupuk maupun benih. Pemerintah harus betul-betul mengawalnya agar subsidi tepat sasaran. Selain itu, yang tak kalah penting, pemerintah harus memperbaharui data-data rill soal kondisi pertanian, kebutuhan serta hasil produksinya.
“Selama ini pemerintah menggunakan data usang, tidak detail dan kemungkinan besar tidak tepat perhitungannya,” tuturnya.
Padahal, dengan segenap perangkat pemerintah yang ada di daerah, seharusnya data pertanian akurat sehingga penyaluran bantuannya pun akurat. Dengan begitu, sektor produksi akan terjaga dan impor beras akan benar-benar tertutup.