EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat komitmen investasi dari investor China dan Jepang senilai total 73,46 miliar dolar AS. Komitmen tersebut dilakukan saat kunjungan Presiden Jokowi ke China dan Jepang 23-28 Maret 2015.
Nilai tersebut terdiri atas komitmen investasi Jepang senilai 10,06 miliar dolar AS dan komitmen investasi China sebesar 63,40 miliar dolar AS.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, komitmen investasi Jepang terbagi menjadi dua, yakni komitmen investasi yang sudah pada tahap pengajuan izin untuk didorong tahap realisasi senilai 8,11 miliar dolar AS. Serta komitmen yang pada tahap minat untuk didorong pada pengajuan izin senilai 1,95 miliar dolar AS.
"Kami optimistis Indonesia merupakan tujuan investasi utama kedua negara ini, karena kecenderungan jumlah permohonan izin investasi dari Jepang dan China (on the pipeline) cenderung meningkat. Kami juga optimistis komitmen ini dapat direalisasikan," jelas Franky dalam konferensi pers di kantor pusat BKPM Jakarta, Rabu (1/4).
Franky menambahkan, permohonan izin investasi dari Jepang periode Oktober 2014 sampai Maret 2015 mencapai 2,7 miliar dolar AS. Sementara permohonan investasi dari China periode yang sama mencapai 13,66 miliar dolar AS.
Sedangkan tren realisasi investasi China di Indonesia dicatat meningkat dari 297 juta dolar AS pada 2013 menjadi 800 juta dolar AS pada 2014. Pada triwulan IV-2014 China untuk pertama kalinya masuk lima besar negara yang paling banyak menanamkan modalnya di Indonesia.
Di sisi lain, hasil survei JETRO menyatakan dua pertiga investor Jepang existing melakukan perluasan usaha. Sementara untuk investasi China, Presiden Xi Jinping dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Jokowi menyatakan akan mendorong realisasi komitmen investasi.
Franky menambahkan, komitmen China dalam sektor infrastruktur cukup penting. Sebab, pemerintah berfokus pada pembangunan infrastruktur dalam lima tahun ke depan. Rencana pembangunan infrastruktur lima tahun mendatang diperkirakan membutuhkan biaya mencapai 460 miliar dolar AS atau Rp 542 triliun. Menurutnya, anggarapn negara baik APBN maupun APBD hanya memiliki porsi 22 persen. Sehingga dibutuhkan dorongan investasi dari negara lain.