Selasa 14 Apr 2015 09:00 WIB

Sektor Perikanan Diyakini Bisa Atasi Masalah Pengangguran

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Nelayan di kawasan Muncar, Banyuwangi
Foto: antara
Nelayan di kawasan Muncar, Banyuwangi

EKBIS.CO, JAKARTA--Sektor perikanan dan kelautan dinilai memiliki prospek besar dalam mengentaskan masalah pengangguran yang masih menggerayangi indonesia saat ini. Karenanya, aksi pemerintah dalam mengintegrasikan kebijakan sektor perikanan dengan menggunakan paradigma penyerapan tenaga perikanan dan kelautan masih dinanti.

"Dengan pengangguran 7,4 juta orang saat ini, maka perlu ada solusi, sektor kelautan dan perikanan ini prospektif karena pada 2019-2020, tenaga perikanan bisa sampai delapan juta jiwa," kata Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor sekaligus Anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) Arif Satria kepada ROL ditemui usai Workshop bertajuk “Kebijakan Sektor Maritim, Energi, dan Ketenagakerjaan” pada Senin (13/4).

Potensi tersebut, kata dia, jangan sampai diambil alih oleh tenaga kerja asing. Ia melihat, pemerintah tengah menuju ke arah tersebut di mana terdapat sejumlah kebijakan yang pro rakyat utamanya di usaha padat karya dan budidaya perikanan tangkap. Hanya, implementasinya belum terlihat sampai saat ini.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menyebut, jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), daya saing indonesia di bidang tenaga kerja dinilai masih mengkhawatirkan. Pasalnya, dilihat dari latar belakang pendidikan, 47 persen tenaga kerja lulusan sekolah dasar dan 18 persen lulusan sekolah menengah pertama.

Sisanya, 16 persen lulusan sekolah menengah atas, sembilan persen lulusan sekolah menengah kejuruan dan hanya tujuh persen lulusan perguruan tinggi. "Sisanya tiga persen lulusan diploma," kata dia pada Senin (13/4).

Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, latar belakang pendidikan tenaga kerja negara tersebut jauh lebih bagus di mana untuk yang berlatar belakang pendidikan dasar sebanyak 17 persen, pwndidikan menengah 56 persen dan pendidikan tinggi 24 persen. Sisanya yakni tenaga kerja tak berpendidikan formal sebanyak tiga persen.

Meski, kata dia, kualitas tenaga kerja tidak melulu diukur dari tingkatan pendidikan, pemerintah Indonesia nyatanya masih lemah dalam pengadaan pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia siap kerja. Contohnya dalam mekanisme penyaluran lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Banyaknya lulusan tidak diimbangi penyiapan lapangan kerja dan manufaktur yang memadai. Akhirnya, lulusan SMK banyak yang menganggur atau lulusan terbaik di SMK malah diambil negara tetangga.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement