EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan badan pengelola pungutan untuk pengembangan industri hulu kelapa sawit (CPO) adalah Badan Layanan Umum di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.
"Pokoknya BLU di bawah Kemenkeu yang mengelola dana sawit, sama seperti BLU yang mengelola dana telekomunikasi dan LPDP yang mengelola dana pendidikan," katanya seusai rapat koordinasi di Jakarta, Rabu (15/4).
Bambang menjelaskan pembentukan BLU ini akan dirumuskan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK), sementara aturan teknis terkait pungutan CPO bagi para eksportir ini akan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP). "Hanya tinggal perlu KMK pendirian BLU, itu saja. BLU ini juga baru, ini masih diselesaikan (peraturannya)," katanya.
Pemerintah dipastikan akan melakukan pungutan yang dibebankan kepada pengusaha kelapa sawit sebesar 50 dolar AS per ton untuk ekspor CPO dan 30 dolar AS per ton untuk ekspor produk turunannya. Pungutan ini untuk mendukung keberlanjutan industri perkebunan, re-planting empat juta hektar kelapa sawit, pengembangan 'research and development', dan mendidik para petani supaya mereka bisa meningkatkan produktifitas.
Dalam rapat koordinasi sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengenakan pungutan 50 dolar AS per ton, bagi harga ekspor CPO sebesar 750 dolar AS per ton yang tidak terkena bea keluar, seperti yang tercantum dalam peraturan berlaku. Namun, apabila harga CPO mencapai 750 dolar AS per ton ke atas, selain mengenakan pungutan, pemerintah juga akan mengenakan bea keluar yang besaran formulanya sedang dirumuskan pemerintah dan akan tercantum dalam revisi peraturan terbaru.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012, batas bawah harga CPO yang tidak dikenakan bea keluar atau nol persen adalah 750 dolar AS per ton. Sedangkan, pada harga CPO 750 dolar AS-800 dolar AS, bea keluar ditetapkan 7,5 persen hingga harga di atas 1.250 dolar AS, terkena bea keluar 22,5 persen.