Selasa 21 Apr 2015 18:45 WIB

BPK Laporkan Kerugian Negara Senilai Rp 14,74 T pada Jokowi

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis saat memberikan keterangan pers di kantor BPK, Jakarta, Rabu (18/2).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis saat memberikan keterangan pers di kantor BPK, Jakarta, Rabu (18/2).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian yang diderita negara selama semester II 2014. Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, pihaknya menemukan 3.293 masalah

berdampak finansial senilai Rp 14,74 triliun.

Dia menjelaskan, 3.293 masalah berdampak finansial itu terdiri atas masalah yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 1,42 triliun, potensi kerugian negara senilai Rp 3,77 triliun dan kekurangan penerimaan sebesar Rp 9,55 triliun.

Salah satu masalah berdampak finansial yang menonjol adalah penerimaan pajak dari sektor migas. "BPK menemukan masalah penerimaan pajak dan migas senilai Rp 1,124 triliun," ujarnya usai menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS II) Tahun 2014, Selasa (21/4).

Harry menjelaskan, angka Rp 1,124 triliun tersebut berasal dari potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) migas terutang minimal sebesar Rp 666,23 miliar dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas tahun 2014 minimal sebesar Rp 454,38 miliar.

"BPK menemukan juga ketidakpatuhan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terhadap ketentuan cost recovery yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara senilai Rp 6,19 triliun," tutur Harry.

Kepada Presiden Jokowi, BPK juga menyampaikan belanja infrastruktur di Kementerian ESDM yang mengakibatkan hasil proyek senilai Rp 5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 562,66 miliar.

Tak hanya itu, sambung Harry, dari sektor pertanian, BPK menemukan Kementerian Pertanian tidak berhasil mencapai target pertumbuhan produksi kedelai 20,05 persen per tahun. Sehingga target swasembada kedelai tahun 2014 sebanyak 2,70 juta ton tidak tercapai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement