EKBIS.CO, JAKARTA -- Dalam statistik Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia, terdapat utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Utang yang dimaksud tersebut adalah Standar Drawing Rights (SDR) yang merupakan kewajiban anggota IMF. Ini sejarah dibentuknya SDR oleh IMF.
Seperti yang dikutip dari situs IMF, IMF menciptakan SDR pada 1969 untuk mendukung sistem nilai tukar yang disepakati pada Konferensi Bretton Woods. Negara yang berpartisipasi pada sistem tersebut membutuhkan cadangan devisa yang dapat dipergunakan untuk membeli mata uang domestik di pasar valuta asing untuk menjaga nilai tukarnya.
Namun, dua aset kunci cadangan internasional, yakni emas dan dolar AS, tidak bisa mendukung ekspansi perdagangan dunia dan perkembangan keuangan. Oleh karena itu, komunitas internasional menciptakan aset cadangan internasional baru di bawah bantuan IMF.
Besaran SDR sebelumnya ditentukan sebesar 0,888671 gram emas murni yang pada saat itu setara dengan satu dolar AS. Baru beberapa tahun setelah dibentuknya SDR, sistem Bretton Woods kolaps and mata uang utama beralih pada rezim nilai tukar mengambang. Selain hal tersebut, pertumbuhan pasar modal internasional juga menjadi penyebab tidak diperlukannya lagi SDR.
Setelah sistem Bretton Woods jatuh pada 1973, SDR didefinisikan sebagai keranjang mata uang. Keranjang SDR terdiri dari euro, yen, poundsterling dan dolar AS. Nilai SDR berdasarkan dolar AS ditentukan per hari dan diunggah pada situs IMF. Penghitungannya adalah penjumlahan besaran spesifik dari empat mata uang dalam dolar AS pada nilai tukar yang diperdagangkan di pasar London pada tengah hari setiap harinya.
SDR bukanlah suatu mata uang. SDR merupakan klaim pada mata uang yang dapat digunakan secara bebas oleh anggota IMF. Pemegang SDR dapat menukarkan SDR dengan dua cara, yakni melalui perjanjian pertukaran dengan anggota IMF lainnya dan melalui pembelian yang dilakukan oleh anggota IMF yang memiliki posisi eksternal kuat pada anggota IMF yang lemah.