EKBIS.CO, JAKARTA -- Komitmen Presiden Joko Widodo dengan konsep Nawacita-nya dalam menggiring Indonesia berkontribusi dalam upaya penyelamatan iklim dunia dipertanyanyakan.
Konsep tersebut dinilai hanya sedikit menyinggung perubahan iklim. "Sangat disayangkan, upaya serius dalam mencapai keadilan iklim belum terlihat, bahkan belum menunjukkan komitmen yang serius untuk berkontribusi pada upaya penanggulangan perubahan iklim," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch Jefri Saragih dalam rilis yang diterima Republika pada Ahad (10/5).
Walaupun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah terlihat perencanaan terkait isu mitigasi tapi belum menjelaskan posisi Indonesia terhadap beberapa isu lain terkait perubahan iklim, seperti adapatasi, pendanaan iklim dan transfer teknologi.
Padahal, ketiga isu inilah yang kerap menjadi tuntutan gerakan masyarakat sipil yang meminta agar berbagai perjanjian iklim selalu mengedepankan unsur keadilan, terutama bagi negara-negara Selatan.
Diterangkannya, keadilan iklim adalah common goal yang beberapa tahun belakangan ini kerap diserukan oleh berbagai koalisi organisasi masyarakat sipil dunia. Sayangnya, keadilan tersebut semakin jauh dari perundingan-perundingan Iklim di Internasional, terutama keadilan bagi negara-negara Selatan.
Ditambahkannya, menjelang COP21 di Paris akhir tahun ini, seharusnya pemerintah Indonesia sudah memiliki sikap dan membangun road map terkait dengan kewajiban penyediaan dana untuk penyelenggaraan program adaptasi. Ini juga terkait dengan pertemuan Bonn Climate Change Conference, 1-11 Juni 2015, yang salah satu agendanya adalah negosiasi teks Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP).
"Teks ADP akan menentukan posisi antar Negara terkait dengan mitigasi, adaptasi, sumber pendanaan iklim dan transfer tekhnologi," katanya. Delegasi negara-negara Selatan, termasuk Indonesia seharusnya mampu lebih menguatkan posisi tawar mereka untuk keempat isu ini.