EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Biro Humas dan Kerja sama Internasional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ramdan Budiman menyatakan, setiap PDAM di 102 wilayah Indonesia memiliki potensi kehilangan air antara 21 sampai 70 persen. Padahal batas maksimum kehilangan air yang ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum yakni sebesar 20 persen.
Berdasarkan data, nilai kehilangan air pada 2013 mencapai 224,1 juta meter kubik atau setara dengan Rp. 554 miliar. Sementara, pada 2014 kehilangan air sebesar 100,5 juta meter kubik atau senilai Rp. 237,1 miliar.
"Ini tidak dikategorikan sebagai kerugian negara, tapi potensi risiko kehilangan air dan sifatnya pemborosan. Kita menilai dari efisiensi, karena ini audit kinerja," ujar Yudi di Jakarta, Selasa (12/5).
Potensi kehilangan air ini disebabkan oleh pencatatan meter air yang kurang akurat dan perkiraan volume air yang tidak andal. Selain itu, upaya pengendalian penurunan tingkat kehilangan belum dilaksanakan dengan baik, dan kurangnya dukungan keuangan pemda untuk penggantian meter air serta pipa PDAM.
Menurut Yudi, pengukuran harusnya dilakukan di setiap titik, mulai dari titik instalasi, distribusi, dan di pipa pelanggan. Tak hanya itu, masalah infrastruktur dan sumber daya manusia juga harus diantisipasi.
"Kami memberikan rekomendasi kepada bupati/walikota untuk memberikan dukungan finansial atau sarana prasarana, dalam mengganti meter air serta pipa distribusi," ujar Yudi.
BPK juga menemukan sebanyak 91 PDAM belum melakukan pengolahan air baku sesuai standar. Pada 2013 sampai 2014, dari 102 PDAM yang diuji hanya tujuh yang telah memenuhi standar kontinuitas.
Atas temuan tersebut BPK memberikan rekomendasi agar PDAM menyusun prosedur standar pengujian air baku, penggunaan bahan kimia dalam proses produksi air minum, dan melakukan pengujian air hasil produksi di pelanggan secara rutin. Kemudian, bupati/walikota diminta untuk mempublikasikan hasil pengujian kualitas air. Selain itu, pemda juga perlu menyediakan anggaran untuk melakukan pengujian kualitas air sesuai standar.