EKBIS.CO, DENPASAR -- Pengamat masalah pertanian Dr Gede Sedana menilai, kebijakan pemerintah yang masih melakukan impor beras sangat merugikan petani dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
"Pemerintah pada sisi lain belum mampu membuat kebijakan yang baik dalam mendukung keberlangsungan hidup petani," kata Dr Gede Sedana yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar, Ahad (17/5).
Ia mengatakan, impor beras secara tidak langsung menyudutkan posisi petani di tengah gencarnya program pemerintah untuk mampu meraih kembali swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia pada tahun 1984.
"Impor beras membawa konsekwensi terhadap turunnya harga gabah di tingkat petani, disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa dan ketergantungan terhadap pangan luar negeri.
Gede Sedana menyarankan pemerintah untuk menghindari impor beras secara berkelanjutan, dengan meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara nasional.
Upaya tersebut dapat ditempuh dengan melakukan promosi pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis usahatani padi.
Berbagai program promosi dapat dilakukan secara berkelanjutan menyangkut pengembangan infrastruktur mendukung usahatani padi dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi dan sumber permodalan. Selain itu meningkatkan mutu intensifikasi uasahatani padi dengan menggunakan teknologi maju, menerapkan ekstensifikasi lahan pertanian terutama di luar Jawa serta meningkatkan akses petani terhadap sarana pengolahan pasca-panen dan pemasaran.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan yang implementasinya khususnya mengenai pembelian gabah oleh pemerintah apakah melalui Bulog atau Perusahaan Umum Daerah dengan harga yang sangat layak bagi petani.
Upaya itu untuk menggairahkan petani berusahatani secara intensif dan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani. Pada sisi lain pemerintah wajib menjaga harga beras sehingga tidak merugikan konsumen termasuk petani itu sendiri, ujar Gede Sedana.