Senin 08 Jun 2015 19:04 WIB

SKK Migas Berharap Kolaborasi Asing dan Indonesia demi Cadangan Minyak

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
SKK Migas
Foto: Migas
SKK Migas

EKBIS.CO, JAKARTA – Gerakan Pekerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) anti korupsi dan anti suap melakukan penggalangan dukungan anti korupsi. Hal sebagai upaya melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi di sektor hulu migas agar produksi minyak dan gas bumi nasional meningkat.

Gerakan ini, menurut Koordinator Gerakan Pekerja SKK Migas Anti Korupsi, Yapit Sapta Putra, juga akan mengawal kenaikan produksi minyak dan gas nasional. Salah satunya di Lapangan Bukit Tua, Jawa Timur yang dikelola Petronas agar bisa mencapai puncaknya di kisaran 20 ribu barel minyak per hari di tahun 2016 dan gas 60 juta kaki kubik gas per hari pada tahun 2018.

Saat ini terdapat sedikitnya 321 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) baik investor asing maupun Indonesia, sebanyak 83 adalah wilayah kerja eksploitasi atau produksi. Sementara dari 83 wilayah kerja eksploitasi, sebanyak 63 wilayah kerja telah berproduksi mengalirkan minyak dan gas sisanya sebanyak 19 wilayah kerja masih dalam tahap pengembangan.

Wilayah kerja yang sudah berproduksi dikelola oleh investor nasional termasuk BUMN dan  KKKS besar seperti Chevron, BP, Total, ConocoPhillips.

“Dapat kami jelaskan bahwa hampir seluruh kontraktor asing tersebut menandatangani kontrak sebelum tahun 2000 yaitu sejak jaman Pertamina dulu dan juga kemudian kontraknya diperpanjang oleh Pertamina sehingga dulu Pertamina melepas sendiri kesempatan untuk menjadi operator di blok yang besar tersebut saat memberikan perpanjangan kontrak,” jelas Yapit.

Sementara setelah Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi diberlakukan maka kewenangan menentukan pemenang Kontrak Kerja Sama adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Jadi SKK Migas hanya disuruh tandatangan kontrak, mau dengan asing atau nasional keputusannya ada di Ditjen Migas,” ucap dia

SKK Migas dari hasil Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) hanya melaksanakan pengawasan dan pengendalian Kontrak Kerja Sama yang dulu dibuat Pertamina dan  kontraktor pemenang lelang yang ditunjuk Ditjen Migas.

Sejak berlakunya UU Migas No. 22 Tahun 2001, Pertamina berhasil menjadi operator di Blok West Madura Offshore (WMO), Blok Onshore North West Java (ONWJ), Blok Kampar dan menyusul Blok Mahakam. Hal itu tidak pernah terjadi sejak Indonesia Merdeka dan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Pertambangan Minjak dan Gas Bumi (masih ejaan lama).

“Kami berharap kontradiksi asing dan nasional harus dihentikan. Saatnya sekarang berkolaborasi, bekerja bersama-sama untuk mencari cadangan migas baru karena cadangan migas kita sudah hampir habis. Kita harus saling belajar, hal yang baik kita tiru dan hal yang tidak baik kita hindari," ujar dia.

Dukungan terhadap BUMN baik Pertamina maupun PT Perusahaan Gas Negara (PGN) juga harus diberikan. Selain itu, kesempatan berusaha bagi investor asing dan nasional juga wajib diberikan karena mereka berkontribusi memberikan penerimaan Negara sebesar rata-rata Rp300 triliun per tahun dalam 10 tahun terakhir.

"Penerimaan Negara itu hasil kerja perusahaan asing juga yang merupakan kuli kita selama puluhan tahun sejak Indonesia Merdeka. BUMN kita juga tentu ingin diperlakukan baik di Negara luar dalam melakukan investasi untuk menambah produksi,” pungkasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement