EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui terdapat sejumlah permasalahan dalam pengembangan komoditas kopi tanah air. Permasalahan tersebut di antaranya produktivitas tanaman masih rendah akibat banyaknya tanaman tua dan rusak, belum menggunakan benih unggul serta kurangnya perawatan tanaman dari serangan hama.
"Selain itu, diseminasi teknologi masih rendah akibat terbatasnya tenaga penyuluh," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Irmijati Rachmi Nurbahar pada Selasa (21/7).
Pengembangan kopi, lanjut dia juga disebabkan kualitas biji kopi yang masih rendah karena penanganan pascapanen belum optimal, kelembagaan petani yang belum kuat, masih terbatasnya kemitraan antara petani dengan industri, tata niaga yang belum efisien serta terbatasnya akses permodalan.
Direktur Tanaman Tahunan Ditjen Perkebunan Kementan Herdrajat Natawidjaya menyebut, permasalahan tersebut tidak terlepas dari kondisi keragaan kopi saat ini. Berdasarkan data statistik perkebunan periode 2013-2015, status pengusahaan perkebunan kopi didominasi oleh kepemilikan perkebunan rakyat seluas 1,19 hektare atau 96,16 persen dari luas lahan perkebunan secara keseluruhan. Dari pengusahaan tersebut dihasilkan produksi 654.034 ton kopi dengan tingkat produktivitas 738 kg per hektare.
Selanjutnya, lahan perkebunan kopi diusahakan Perkebunan Negara seluas 22.582 hektare dengan produksi 14.106 ton kopi dan produktivitas 823 kg per hektare. Sisanya adalah pengusahaan oleh Perkebunan Swasta di atas lahan 25.266 hektare dengan rata-rata produksi 741 kg per hektare.
Oleh karena itu, pemerintah ke depan berkomitmen mengoptimalkan produktivitas kopi tanah air dengan menerapkan sistem Good Agriculture Practice (GAP). Sistem tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang no 39/2014 tentang Perkebunan yang mengamanatkan pembangunan perkebunan dilaksanakan dengan azas yang berkelanjutan.