EKBIS.CO, SEMARANG—Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah harus duduk bersama guna menyikapi perihal hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa perihal sistem BPJS Kesehatan.
Hal ini penting mengingat BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang masih miskin. Dengan duduk bersama diharapkan akan didapat formulasi sistem yang tepat bagi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ini.
Formulasi yang dimaksud tentunya merupakan sebuah sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang menurut MUI juga tidak bertentangan dan tetap sesuai dengan nilai- nilai Islam. Hal ini diungkapkan Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, Muhammad Adnan menanggapi munculnya polemik seputar sistem penyelenggaraan BPJS Kesehatan oleh Pemerintah.
Menurut Adnan, kabar mengenai sistem BPJS Kesehatan, yang oleh MUI, dipandang masih belum memenuhi ketentuan Islam tersebut ibarat ‘melempar’ petasan di tengah ‘keramaian’. “Artinya apa, sudah pasti hal ini bakal menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya di Semarang, Kamis (30/7) .
Ia berpendapat seharusnya ada ruang untuk duduk bersama antara MUI dengan Pemerintah untuk menyikapi hal ini. Sehingga permasalahan ini bisa dibahas dulu secara struktur sebelum berbuah kegaduhan.
Menurutnya, BPJS Kesehatan ini sangat dibutuhkan orang miskin agar bisa terjangkau layanan kesehatan. Bahkan ada dasar hukum serta undang-undang yang menjadi payung hukumnya.
Di lain pihak, MUI memang berhak mengeluarkan fatwa, akan tetapi perlu di ingat bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk.
Indonesia tidak bisa disamakan seperti negara-negara di timur Tengah yang homogen, sehingga ketika sebuah fatwa dikeluarkan oleh otoritas agama akan mengikat seluruh warga negara.
Guna menyikapi hal ini, iapun menyarankan agar MUI dan Pemerintah segera mengambil tindakan dan langkah- langkah yang tentunya bisa menenangkan masyarakat.
Jika gonjang-ganjing masalah BPJS Kesehatan ini dibiarkan dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru. “Mulai dari kekhawatiran hingga kebingungan dengan program nasional ini,” tambahnya.