EKBIS.CO, JAKARTA -- Di satu sisi, tingginya harga daging sapi dapat mendatangkan manfaat bagi peternak. Mereka mampu menikmati harga yang lebih baik dari biasanya.
"Dengan catatan kenaikan harga ini tidak berkaitan dengan adanya aspek kelembagaan (kartel)," kata ekonom dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof FX Sugiyanto, saat dihubungi ROL, Senin (10/8) malam.
Menurut dia, kebijakan impor sapi perlu dipertimbangkan kembali. Ia baru akan setuju jika memang hal itu benar-benar diperlukan. Artinya, stok sapi tidak mencukupi kebutuhan masyarakat akan daging sapi. "Kalau tidak terjadi kekurangan ya tidak perlu impor," ucapnya.
Alih-alih impor, seandainya tidak terjadi kekurangan, akan lebih baik jika pemerintah memperbaiki sistem distribusi dari peternak ke konsumen. Contohnya kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu.
Sayangnya, kata FX, harga daging sapi yang tinggi belum tentu menguntungkan peternak. "Apakah peternak juga mendapat harga tinggi seperti harga di pasar, kalau tidak persoalannya ada di distribusi. Ini yang harus diperbaiki," kata dia.
Intervensi pemerintah ditunggu saat peternak domestik tidak bisa menyediakannya. "Kalau peternak domestik bisa menyediakan, impor jangan dulu dilakukan," ucapnya. Barulah ketika stok tidak cukup, pemerintah silakan mengimpor.
Ia berpandangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian memiliki data yang cukup terkait ketersediaan sapi. "Saya pikir cukup karena pernah ada sensus populasi sapi," ujarnya.