EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah tengah membuat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Di mana pemerintah berupaya mengukir sejarah dalam tiga hal.
Pertama, nilai dana transfer ke daerah lebih besar dari belanja Kementrian dan Lembaga; Kedua, anggaran kesehatan mendapat lima persen dari APBN, atau mengalami kenaikan dibandingkan APBN 2015 yang hanya 3,7 persen; Ketiga, pembiayaan luar negri surplus dari APBN 2015.
Pendapatan negara ditargetkan Rp 1,848 triliun naik 86,5 triliun dibandingkan APBNP 2015 sebesar Rp 1.761 triliun. Pendapatan dalam negri dari penerimaan perpajakan pun ditargetkan naik sebesar Rp 1,565 triliun naik 76,5 triliun dari APBNP 2015 yakni Rp 1,489 triliun.
Sedang dari penerimaan negara bukan pajak di perkirakan Rp 280,3 triliun atau naik 11,2 triliun. Sementara itu pendapatan negara dari penerimaan hibah 2,0 triliun.
"Yang kita pakai sebagai dasar forkes adalah outlook tahun ini, mungkin penerimaan perpajakannya paling gampang dikurangi 120 tumbuh 15 persen itu larinya Rp 1,565, 8 triliun. Sedang PNBP tidak bergerak banyak karena harga minyak masih rendah," kata Bambang Brodjonegoro saat memaparkan penjelasan nota keuangan dan rancangan APBN 2016 di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPN) di Jakarta, Jum'at (14/8).
Belanja negara ditargetkan Rp 2,121 triliun naik Rp 137,1 triliun dari APBNP 2015 sebesar Rp1,984 triliun. Di mana pada belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja Kementrian/Lembaga dan Non Kementrian/Lembaga total ditargetkan Rp 1,339 triliun naik 19,5 triliun.
Sementara, trasfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 782,2 triliun naik Rp 117,6 triliun dari sebelumnya. Ini dengan rincian transfer ke daerah Rp 735,2 triliun sedang dana desa Rp 47,0 triliun. Sedang total anggaran pendidikan sebesar Rp 424,8 triliun naik 16,2 triliun, begitupun total anggaran kesehatan dari APBNP 2015 sebesar 74,3 triliun menjadi 106,1 triliun. Dengan kondisi belanja dan penerimaan negara tersebut keseimbangan primer masih defisit Rp 89,7 triliun.
"Defisit anggaran jadi 273,2 triliun atau 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di mana pembiayaannya akan berasa dari pembiayaan dalam negri (surat berharga negara) sebesar 272,0 triliun dan pembiayaan luar negri 1,2 triliun," kata Bambang Brodjonegoro.
Untuk diketahui pada APBNP 2015 pembiayaan luar negri selalu mengalami minus sebesar Rp 20,0 triliunm, ini lantaran pinjaman yang ditarik lebih kecil dari pada yang dibayangkan.