Sabtu 15 Aug 2015 20:50 WIB

Soal Target 5,5 Persen, Pengamat: Pemerintah Terlalu Optimis

Rep: C03/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan pertamanya dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).  (Republika/WIhdan)
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan pertamanya dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). (Republika/WIhdan)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah tengah menargetkan pertumbuhan ekonomi seperti dalam asumsi makro RAPBN 2016 sebesar 5,5 persen. Namun, angka tersebut dinilai terlalu tinggi di tengah kondisi ekonomi yang belum kondusif.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri menilai pertumbuhan ekonomi pada 2016 hanya akan berkisar di 5,2 persen. Terlebih, jika melihat pada tahun ini, di mana pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,9 persen.

"Saya rasa belum sampai ke angka itu (5,5 persen), dan tak akan jauh dari kisaran 5,2 sampai 5,3 , segitu terlalu optimis, pemerintah seolah belum bisa membaca keadaan ekonomi global," kata Ahmad Heri saat dihubungi ROL, Sabtu (15/8).

Dalam asumsi dasar Makro RAPBN 2016 selain menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5 persen, pemerintah juga memperkirakan inflasi 4,7 persen. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sebesar Rp 13.400 dan Surat perbendaharaan negara 5,5 persen. Asumsi harga minyak, tetap di 60 dolar per barel, lifting minyak mentah 830 ribu barel per hari dan lifting gas 1.155 ribu barel/hari.

Dari asumsi makro tersebut di RAPBN 2016 pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 1,848,1 triliun sementara belanja negara Rp 2.121,3 triliun. Artinya terjadi defisit anggaran sebesar Rp 273 triliun, sementara pada RAPBNP 2015 defisit anggaran hanya Rp 222,5 triliun.

"Memang RAPBNP ini dirancang defisit, harusnya kan menutupi hutang malah kembali defisit, selain itu anggaran kita penyerapannya buruk realisasinya tak sesuai target, melihat target tahun ini pun paling buruk dalam realisasi penyerapan anggaran. Kemudian untuk apa, kita merencanakan utang kalau tahu realisasi belanja kita kurang, harusnya bisa mencegah hutang," kata Ahmad Heri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement