EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung justru bisa mendatangkan kerugian bagi negara. Ketua Advokasi MTI Darmaningtyas mengingatkan agar masyarakat tidak terbuai dengan pernyataan pemerintah yang mengatakan untuk tidak menggunakan dana APBN dalam proyek kereta cepat.
Tyas menilai "tidak ada makan siang yang gratis". Artinya, baik Jepang ataukah Cina pasti tetap akan menuntut konsesi-konsesi tertentu.
"Adakah negara di dunia ini swasta maupun negara yang dengan baik hari membangunkan infrastuktur negara lain triliun rupiah tanpa berharap pengembalian atau keuntungan?" ujar Tyas dalam sebuah diskusi, Kamis (3/9).
Tyas mengungkapkan, tarif Rp 200 ribu per orang yang ditawarkan baik oleh Jepang atau Cina ditawarkan dengan asumsi jumlah penumpang mencapai 44 ribu orang perhari pada tahun pertama dan meningkat menjadi 68 ribu penumpang pada tahun 2030. Kemudian ditargetkan akan meningkat menjadi 148 ribu penumpang per hari pada 2050.
"Bagaimana jika ternyata penumpang tersebut tidak terpenuhi? Apakah mereka mau menanggung kerugian?" ujar Tyas.
Dapat dipastikan, lanjutnya, ketika target tidak tercapai dan kemudian operasional KA cepat mengalami kerugian maka pemerintah tidak akan mungkin diam membiarkan infrastruktur yang sudah jadi itu tidak berfungsi. Pemerintah, lanjut Tyas, akan terpaksa mengeluarkan subsidi untuk operasional KA cepat.
"Sehingga tidak terelakkan KA cepat akan membebani APBN seumur hidup," lanjut Tyas.
Tyas meminta pemerintah untuk belajar dari pengoperasian KA cepat di Taiwan, Belanda, dan Spanyol yang pada akhirnya membuat pemerintah harus keluar subsidi untuk operasional.