Kamis 03 Sep 2015 20:42 WIB

Pedagang: Impor atau Lokal, yang Penting Harga Daging Sapi Murah

Rep: C37/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).

EKBIS.CO, BEKASI -- Pasca mogok dagang, harga daging sapi masih dalam kisaran mahal dan tak terjangkau konsumen. Bahkan harga daging impor pun sama dengan harga daging sapi lokal, yaitu Rp 110 ribu per kilogram.

"Saya jual impor juga 2-3 hari yang lalu. Kadang masuk kadang nggak, nggak tiap hari ada daging impor. Tapi harganya tetap sama aja kayak lokal Rp 110 ribu," tutur H. Bohir (55 tahun), pedagang daging sapi di Pasar Baru Bekasi, Kamis (3/9).

Meskipun kualitas daging lokal lebih bagus daripada impor, menurut Bohir, konsumen tidak peduli. Pembeli yang terdiri dari pedagang bakso dan pengusaha rumah makan hanya peduli adanya daging dengan harga yang terjangkau. Tapi karena harga yang mahal, kedua konsumen utama tersebut pun mengurangi jumlah daging yang dibeli mereka.

"Konsumen kita kan cuma 2, tukang bakso dan rumah makan. Konsumen biasa jarang. Tapi sekarang pelanggan kita berkurang, yang tadinya ada 50 orang sekarang jadi cuma 20 orang," jelas Bohir.

Karena harga daging sapi yang mahal, daging yang dalam sehari dijualnya sebanyak 1 kuintal, bisa tidak habis. Jika seperti itu, daging sapi dagangan Bohir pun dimasukkan ke freezer untuk dijual keesokan harinya.

"Kalau nggak abis dagingnya dimasukin freezer, terus ada juga yang maunya beli yang di freezer karena harganya lebih murah. Bisa dikurangin 5 ribu, jadi Rp 105 ribu," jelas Bohir.

Rahman (56 tahun) juga menuturkan hal yang sama. Jika dagangannya masih bersisa, ia pun akan mengoplos daging yang baru dibelinya dengan daging sisa hari sebelumnya. Namun agar tidak selalu mengoplos, ia pun harus mengurangi jumlah dagangannya.

Waktu harga di bawah Rp 100 ribu, tutur Rahman, setiap harinya ia bisa menjual daging sapi sampai 3 kuintal, namun sekarang ini ia hanya bisa menjual sebanyak 2 kuintal.

"Kalau turun kan bisa jual lebih banyak. Sekarang harus dikurangi karena yang beli juga ngurangin jatah belanja. Makanya kalau lebih murah kan lebih banyak untung. Kalau nggak ya untung tipis terus," kata Rahman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement