EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan terwujudnya proyek pengadaan listrik 35 ribu megawatt (MW). Dari proyek tersebut, sebanyak 20 ribu MW listrik akan diproduksi dengan bahan baku batu bara.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir mencermati bahwa proyek tersebut bakal menghadapi tantangan terberat.
"Namun, sayangnya terdapat tantangan berat yang bisa mengancam proyek listrik 35 ribu MW. Tantangan berat itu, adanya kampanye masif kalau batu bara dinilai tak ramah lingkungan," kata pengusaha yang akrab disapa Boy Thohir tersebut, Sabtu (5/9).
Kampanye masif dengan melabeli batu bara tak ramah lingkungan bisa mengancam pengadaan listrik dengan batu bara. Padahal sebenarnya sudah ada teknologi untuk menghilangkan polusi dari batubara supaya lebih ramah lingkungan, yakni teknologi super ultra critical.
"Teknologi ini ramah lingkungan dan efisien. Bahkan pembangkit listrik di Yokohama, Jepang yang masih menggunakan batu bara juga memakai teknologi ini supaya ramah lingkungan, jadi sebenarnya sudah ada solusinya kalau hanya soal tak ramah lingkungan."
Dulu, katanya, Jepang sempat meninggalkan batu bara dan menggunakan nuklir sebagai tenaga listriknya. Namun, setelah terjadi tsunami, mereka kembali memakai batu bara sebab masyarakat takut dengan nuklir.
Indonesia, terang Boy, sudah tak bisa menggunakan bahan bakar minyak (BBM) lagi sebagai pembangkit listrik karena harganya yang sangat mahal. Satu-satunya energi murah yang dimiliki oleh Indonesia sebagai pembangkit listrik hanya batu bara.
"Makanya mau tak mau, saat ini kita harus menggunakan batu bara sebagai bahan baku termurah pembangkit listrik. Selain harganya paling murah dibandingkan energi lain, juga paling efisien."
Saat ini, terang Boy, tak ada pilihan lain kecuali menggunakan batu bara. Kalau proyek listrik 35 ribu MW gagal, Indonesia akan terus-menerus kekurangan listrik dan tergantung negara lain.
Kalau mau memakai energi tenaga surya, ujar dia, kondisi iklim di Indonesia kurang sesuai. Sebab, iklim di Indonesia meskipun panas tapi berawan sehingga penyerapan energi matahari kurang maksimal. Ini berbeda dengan Amerika Serikat yang tak berawan dan langitnya terlihat jelas.