EKBIS.CO, MILAN -- Indonesia melanjutkan kerja sama pengembangan industri kulit, alas kaki dan tekstil dengan pemerintah Italia. Kelanjutan ini dilakukan melalui penandatangan kesepakatan teknis atau Technical Arrangement kerja sama sektor kulit dan tekstil.
Menteri Perindustrian Saleh Husin menandatangani kesepakatan teknis itu di ajang World Expo Milano, tepatnya di Paviliun Indonesia. “Saya harap melalui penandatanganan Technical Arrangement ini, asosiasi dan para pengusaha Italia dapat menindaklanjuti Technical Arrangement ini dengan menanamkan modalnya di sektor-sektor kulit, alas kaki dan tekstil di Indonesia,” kata Menperin (7/9).
Di Indonesia, ketiga industri itu memiliki karakteristik padat karya, padat modal, dan padat teknologi. Maka, pengembangannya diharapkan mampu memainkan peran penting dalam peningkatan kinerja perdagangan nasional dam menyejahterakan pelaku usahanya terutama dari IKM.
Sejauh ini, produk kulit masional telah dipasarkan ke berbagai negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Inggris dan Jepang. Jumlah perusahaan penyamak kulit mencapai 67 buah, dengan kapasitas terpasang 250 juta square feet dengan tingkat utilisasi 48 persen dan tenaga kerja yang diserap 7.230 orang.
Sementara itu, industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 394 perusahaan dengan investasi mencapai Rp 11,3 triliun pada 2014 dan menyerap tenaga kerja sekitar 643 ribu orang.
Ekspor industri alas kaki terus meningkat, di mana pada 2014 nilai ekspor produksi alas kaki nasional mencapai USD4,11 miliar atau naik 6,44 persen dari tahun sebelumnya sebesar 3,86 miliar dolar AS.
Begitu pula dengan sektor tekstil dan produk tekstil Indonesia memiliki peranan penting dalam penyumbang devisa dan penyedia sandang nasional. Industri padat karya ini juga telah menyerap tenaga kerja sebesar 10,6persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
“Kerja sama ini sekaligus kesempatan kita berguru, berdialog dan ke depannya menarik investasi dari Italia karena mereka berhasil menggerakkan bisnis yang berorientasi industri berbasis kulit,” ujar Menperin.
Negara ini juga dinilai sukses menggerakkan bisnis dari skala usaha kecil dan menengah hingga skala besar. Di Italia, industri berbasis kulit sebagian besar berada di daerah Vigenano, Tuskany, dan Marches.
Rintisan kemitraan pengembangan industri alas kaki antar kedua negara ini telah dilakukan sejak tahun 2003 dengan mendirikan Pusat Pelayanan Persepatuan Indonesia yang diberi nama Indonesian Footwear Service Centre (IFSC).
Salah satu tujuan awal pendirian pusat pelayanan tersebut adalah untuk mendukung pengembangan desain dan teknologi sepatu di Indonesia, namun karena adanya bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo maka rencana proyek bantuan Italia tersebut belum dapat diimplementasikan.
“Proyek tersebut akhirnya dibiayai oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian dan berganti nama menjadi Balai Pengembangan Perindustrian Persepatuan Indonesia (BPIPI),” jelas
Saleh Husin.