Kamis 10 Sep 2015 14:39 WIB

Rizal Ramli Sebut 'Raja-Raja Lapak' di Tanjung Priok

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, mengungkapkan masalah terkait waktu sandar hasil praktik "pengusaha lapak" yang memperburuk waktu bongkar muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pemerintah menargetkan "dwelling time" yang saat ini berkisar tujuh hingga delapan hari bisa dipangkas menjadi 2,5 hari guna mendorong perekonomian.

"Waktu sandar ini beda tapi berdampak juga untuk 'dwelling time'. Waktu sandar terlalu lama di sini. Itu kenapa? Karena lapaknya Pelindo II itu disewakan kepada berbagai perusahaan swasta 'pengusaha lapak' ini. Koordinasinya enggak bagus sehingga waktu sandar itu bisa menjadi sangat lama," katanya seusai mengunjungi Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (10/9).

Menurut mantan menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu, waktu sandar kapal di Pelabuhan Tanjung Priok bisa mencapai lima hari sebelum masuk ke proses selanjutnya. Hal itu, jauh berbeda dengan waktu sandar di pelabuhan di luar negeri yang hanya berkisar 1,5 hari. Satu kapal berukuran 5.000 DWT bisa menghabiskan 5.000 dolar AS untuk biaya sandar di pelabuhan.

"Kalau yang lebih besar, kapal 55 ribu DWT itu 17 ribu dolar AS. Semakin lama sandar, biayanya semakin mahal," katanya. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bersandar di pelabuhan, menurut Rizal, disebabkan oleh sistem manajemen sandar kapal yang buruk.

Lahan Pelindo II yang dikuasai "pengusaha lapak" tersebut, membuat kapal yang hendak bersandar harus membayar dahulu sebelum dapat terlayani. "Yang terjadi, karena sibuk bagi rezeki, kadang-kadang kapal harus masuk lapak nomor tiga, nomor lima dulu, padahal seharusnya masuk lapak nomor satu. Ini yang menyebabkan inefisiensi yang luar biasa," katanya.

Menurut dia, yang seharusnya terjadi adalah kapal yang pertama masuk pelabuhan mendapat pelayanan pertama untuk dibongkar muat. "Seharusnya seperti yang terjadi di Makassar dan Surabaya, 'first come, first serve'. Kapal yang datang pertama kali, itu dulu yang di 'unloading'," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement