EKBIS.CO, JAKARTA -- Jumlah orang miskin di Indonesia mengalami kenaikan cukup signifikan menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sehubungan itu, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo kurang serius mengantisipasinya.
Politikus Partai Demokrat itu menambahkan, Presiden justru terlampau optimistis tanpa menyadari realitas di masyarakat. Terbukti, sebut Dede, beberapa bulan lalu Presiden mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meroket. Padahal, kini data BPS tersebut menyatakan sebaliknya.
"Saya anggap, (Presiden) terlambat untuk menyadari kondisi ini. Jadi pemerintah terlambat mengantisipasi terjadinya pelemahan ekonomi atau krisis," ucap Dede Yusuf saat dihubungi, Rabu (16/9).
Dede menyebutkan sejumlah penyebab kenaikan jumlah orang miskin, semisal merosotnya nilai tukar rupiah sehingga pertumbuhan investasi berkurang. Demikian pula dengan harga-harga barang kebutuhan yang melonjak dan dampak pencabutan subsidi BBM.
Adapun kebijakan Presiden sejauh ini masih jauh dari harapan. Misalnya, sebut Dede lagi, reshuffle Kabinet Kerja justru memunculkan kegaduhan baru di internal.
Kemudian, paket kebijakan ekonomi yang belakangan diturunkan, menurut Dede, sudah sangat telat. Presiden seakan masih menganggap kondisi ekonomi Indonesia kini normal-normal saja.
"Jadi kita mesti ubah rasa optimisme tadi dengan sense of crisis. Ini bukan lagi soal optimisme dan jargon-jargon semata, tapi action plan untuk penguatan ekonomi harus segera dilakukan," tegas dia.
Pemerintah lantas diminta memprioritaskan kebijakan-kebijakan jangka pendek. Misalnya, perbanyak operasi pasar dan mengembalikan lagi subsidi BBM. Agar subsidi tepat sasaran, saran Dede, pemerintah tidak bisa langsung cabut subsidi, melainkan pakai data yang tepat.
Kemarin, BPS merilis data bahwa penduduk miskin di Indonesia meningkat sebanyak 860 ribu orang dalam enam bulan terakhir. Kenaikan ini diyakini akibat melonjaknya harga sembako dan BBM.
Penduduk miskin pada September 2014 yakni 27,73 juta orang atau 10,96 persen dari total penduduk Indonesia. Pada Maret 2015, jumlahnya menjadi 28,59 juta atau 11,22 persen dari total penduduk.