EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) menyatakan bahwa kondisi mesin yang digunakan oleh industri mebel dan kerajinan di Indonesia rata-rata telah berusia 20 tahun. Dengan masa kerja yang sudah lama tersebut, maka tingkat efisiensi dan produktivitasnya menjadi tertinggal.
Abdul menjelaskan, dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Indonesia mempunyai andil besar untuk memberikan perubahan positif bagi pasar domestik. Salah satunya yakni dengan memberikan kualaitas produk yang lebih baik dengan biaya dan teknologi efisien.
"Melalui peremajaan mesin-mesin produksi, industri furnitur dan kerajinan bisa menggenjot produktivitaas tanpa perlu menambah tenaga kerja," ujar Abdul di Jakarta, Kamis (17/9).
Menurut Abdul, dengan adanya peremajaan permesinan tersebut maka akan membuat pertambahan nilai prospek pemain lokal untuk ikut serta dalam pasar internasional. Apalagi, pertumbuhan ekspor mebel Indonesia masih cukup menggembirakan. Pada 2014, ekspor mebel Indonesia mencapai 124 miliar dolar AS dan Indonesia menduduki peringkat ke-18 sebagai negara pengekspor mebel.
Abdul mengatakan, dengan kondisi peralatan dan teknologi yang canggih ekspor mebel Indonesia akan meningkat sehingga dapat mencapai target pertumbuhan sebesar 5 miliar dolar AS dalam jangka waktu lima tahun. Menurutnya, salah satu upaya untuk meremajakan permesinan tersebut yakni melalui pameran. Pada tahun ini, Indonesia menggelar pameran International Furniture Manufacturing Components dan International Woodworking Machinery, di JI Expo Kemayoran pada 17-19 September 2015.
"Dengan pameran ini diharapkan bisa terjadi transaksi yang baik antara produsen dan supplier peralatan, sehingga dapat meningkatkan kinerja industri mebel dan kerajinan di Indonesia," kata Abdul.
Sementara itu, General Manajer PT. Wahana Kemalaniaga Makmur Sofianto Widjaja mengatakan, pameran tersebut diselenggarakan untuk mendukung industri mebel dan kerajinan Indonesia. Tercatat ada 18 negara produsen mesin yang ikut dalam pameran tersebut, diantaranya Amerika Serikat, Cina, Austria, dan Turki. Selain itu, Indonesia juga tak ketinggalan untuk ikut ambil bagian dengan menampilkan inovasi pengolahan kayu.
"Kami menargetkan bisa membekukan transaksi mencapai Rp. 200 miliar," ujar Sofianto.