EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Perserikatan Pengusaha Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz mengatakan, kenaikan cukai industri hasil tembakau akan memicu peningkatan peredaran rokok ilegal. Peningkatan ini sudah mulai terlihat dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
"Berdasarkan data dari Universitas Gadjah Mada, rokok ilegal sudah tumbuh dua kali lipat menjadi 11,7 persen pada 2014," ujar Hasan di Jakarta, Selasa (22/9).
Kondisi seperti ini sangat mengancam keberlangsungan industri legal. Pasalnya, semakin mahal harga rokok maka akan semakin memicu perkembangan rokok ilegal. Menurut Hasan, peningkatan peredaran rokok ilegal justru merugikan pemerintah karena tidak ada cukai yang masuk.
Pada 2000 persentase perdangan rokok ilegal sebesar 6,2 persen, dan pada 2012 meningkat sebesar 8,4 persen. Pada 2014 persentasenya terus merangkak naik menjadi 11,7 persen. Angka tersebut akan terus naik jika pemerintah tidak cermat dalam mengambil kebijakan.
Hasan berharap, pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau tersebut. Pasalnya, kenaikan ini akan menimbulkan implikasi yang sangat panjang bagi industri hasil tembakau.
"Industri tembakau punya supply chain yang ketat dan panjang," kata Hasan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, kenaikan cukai industri hasil tembakau dapat meningkatkan volume peredaran rokok ilegal. Hal ini sudah pernah dialami oleh Singapura yang menaikkan cukai rokok selama satu dekade terakhir.
Pada 2000 sampai 2005, Singapura meningkatkan tarif cukai dari 150 dolar AS menjadi 325 dolar AS per 1000 batang rokok. Akibat kenaikan tarif cukai yang tinggi, volume rokok legal menurun dari 3,2 miliar batang pada 2000 menjadi 1,8 miliar batang pada 2006. Sementara, penerimaan cukai justru menurun.
"Ini adalah contoh nyata dari kurva Laffer, dimana beberapa kenaikan tarif cukai yang tajam dapat menyebabkan penurunan pendapatan cukai negara," ujar Enny.