Jumat 09 Oct 2015 02:17 WIB

Harga Solar Turun Rp 200 per Liter tidak Ada Maknanya

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Erik Purnama Putra
Ekonom dan politikus Partai Amanat Nasional, Didik J Rachbini.
Foto: Republika/Musiron
Ekonom dan politikus Partai Amanat Nasional, Didik J Rachbini.

EKBIS.CO, JAKARTA – Dalam paket kebijakan ekonomi jilid III terdapat penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Langkah itu diambil seiring menurunnya harga minyak mentah dunia. Sayangnya, harga premium tetap, dan hanya harga solar yang turun Rp 200 per liter.

Ekonom dan politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN), Didik J Rachbini menilai kebijakan tersebut kurang terasa efeknya. “Penurunan Rp 200 tidak mencolok dan tidak ada maknanya. Perlu yang lebih substansial lagi,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (8/10).

Seperti diketahui, harga avtur, pertamax, dan pertalite telah turun sejak Kamis(1/10) lalu. Sedangkan penurunan harga solar Rp 200 baru diumumkan kemarin baik untuk solar subsidi maupun non subsidi. Dengan penurunan ini, harga eceran solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter.

Penurunan harga solar tersebut berlaku tiga hari sejak pengumuman. Sementara itu, harga BBM jenis premium tidak turun, yakni Rp 7.400 per liter di Jawa dan Rp 7.300 di luar Jawa, Madura, dan Bali.

Selain BBM, harga gas untuk industri juga mengalami penurunan. Meski demikian, penurunan harga gas tersebut baru akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016. “Mestinya gas turun sekarang, tidak perlu menunggu tahun depan,” kata Didik.

Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk indutri juga akan diturunkan 30 persen saat tengah malam hingga pagi. Menurut Didik, pemerintah tidak pelru memaksakan hal ini. “Kalau kemampuannya cuma segitu, dampaknya akan minimal sekali, tapi tidak perlu dipaksakan,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement