EKBIS.CO, MALANG -- “Mas saya butuh uang 200 ribu buat bayar SPP,” sebuah pesan singkat masuk ke telpon genggam Dimas Fuad Hasan.
Laki-laki berusia 20 tahun itu bingung. Sebagai mahasiswa semester empat ia tidak mempunyai uang sebanyak itu. Uang sakunya habis untuk makan dan kebutuhan studinya. Apalagi sedang banyak-banyaknya buku yang harus difotokopi untuk Ujian Akhir Semester (UAS).
“Aduh uang dari mana, buat makan sehari-harinya pas-pasan,”kata Dimas dalam hati.
Akhirnya, ia menggunakan uang organisasi Pengabdian Masyarakat BEM di kampusnya. Terselamatkanlah siswa menengah pertama yang mengirimi Dimas pesan singkat untuk melanjutkan sekolahnya.
Dari sebuah pesan singkat delapan kalimat, Dimas bertekad masyarakat kecil harus punya usaha mandiri. Realitas yang menghentak pikirannya pertama kali sebagai orang dewasa adalah kebutuhan ekonomi akan pendidikan.
Dari realita ini, ia memfokuskan diri untuk mencari ide agar masyarakat kecil dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Dimas sadar pendidikan tidak gratis, tidak akan pernah gratis. Ia mulai mencari ide bisnis sosial yang liquditasnya paling cepat.
Jawabannya katering. Menurut mahasiswa jurusan akuntansi Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang ini, jika ia berjualan kerajinan tangan atau pakaian, maka membutuhkan proses panjang. Satu per satu barang dagangan harus terlebih dahulu terjual habis. Baru masyarakat dapat menabung untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.
Jika ia memilih katering maka, ia tinggal melakukan negosiasi dengan teman-teman di kampusnya untuk menggunakan katering masyarakat yang ia berdayakan sebagai katering acara di kampus.
Mahasiswa yang sedang berambisi jadi asisten dosen ini masih memutar otaknya agar penghasilan masyarakat tidak habis di tengah jalan.
Maka, ia membuat sebuah bank. Ia namakan Bank Ganesha. Ganesha adalah dewa ilmu pengetahuan dalam Hindu maka bank Ganesha ini adalah bank pendidikan. Uang yang disimpan di bank ini khusus untuk pendidikan.
Uang yang disimpan di Ganesha ini berasal dari keuntungan yang diperoleh dari katering masyarakat Desa Betek, Kota Malang, desa tempat Dimas melakukan pengabdian masyarakat.
Mayoritas masyarakat Desa Betek lulusan SMP. Dimas menemukan anak-anak di desa Betek kurangan mendapat dorongan untuk sekolah lebih lanjut karena orang tua mereka lebih suka anak-anaknya bekerja membantu orang tua.
Maka ia mengajak warga desa Betek untuk membuat usaha mandiri. Hampir 20 kepala keluarga (KK) yang merespon positif idenya. Namun hanya 12 KK yang akhirnya ikut bergabung.
Warga desa sepakat untuk membuat jadwal memasak katering. Jika pesanan 50 kotak maka hanya satu orang yang mengerjakan, bila 100 kotak maka dua orang dan begitu seterusnya, setiap kelipatan 50 kotak dikerjakan oleh satu orang.
Sejak bulan Febuari 2015, bisnis sosial ini mulai berjalan. Dimas mendapat pesanan dari teman-teman kampusnya yang menjadi panitia di berbagai acara kampus.
Perlahan tapi pasti, bisnis ini mulai tumbuh. Selama tiga bulan pertama penghasilan katering ini mencapai Rp 8 juta dengan total profit bersih sebesar Rp 3 juta.
Dari hasil kerja keras warga desa Bank Ganesha dapat membantu 12 siswa SD untuk membeli buku dan peralatan sekolah lainnya, dan 8 siswa SMP untuk membeli buku sekolah dan membayar uang SPP. Walaupun sudah puas dengan apa yang ia kerja bersama warga desa, Dimas tahu apa yang ia lakukan hanya sebuah langkah awal.
“Saya bercita-cita untuk membuat legalitasnya, membuat SIUP, dan lain-lainnya,”kata Dimas.