Rabu 21 Oct 2015 11:22 WIB

Cadangan Devisa Pakai Empat Mata Uang Terhalang Dominasi Dolar AS

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
cadangan devisa, ilustrasi
cadangan devisa, ilustrasi

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Usulan cadangan devisa menggunakan empat mata uang internasional terhalang penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) yang masih dominan.

Asisten Direktur Pengembangan Pasar Uang Syariah Bank Indonesia (BI) Rifki Ismal mengatakan, sampai saat ini mata uang yang bisa diterima baik masih dolar AS. Padahal, devisa dalam mata uang lain bisa memperkuat kurs rupiah.

''Itu solusi fundamental yang akan diikuti penguatan rupiah,'' kata Rifki saat ditemui di Kampus FEB UI, belum lama ini.

Penggunaan dolar AS dalam perdagangan internasional bisa berganti mata uang lokal jika ada kesepakatan bilateral antara Indonesia dengan negara mitra.

Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, yuan akan menyusul menjadi mata uang ke empat dunia setelah dolar AS, euro, dan yen. Dana Moneter Internasional (IMF) masih menunggu keterbukaan Cina untuk masuk mata uang dunia.

''Ke depan, cadangan devisa Indonesia tidak bisa satu mata uang. Sehingga saat dolar AS menguat, ekonomi nasional terdampak. Masalahnya, semua jadi dikonversi ke dolar AS,'' kata Aviliani.

Cadangan devisa dalam yuan dan yen perlu diperhitungkan karena transaksi Indonesia terhadap yen dan yuan tinggi. Meski utang luar negeri masih memakai dolar AS.

Negara-negara dunia bisa mengontrol devisa mereka dengan mengatur aliran kas. Beberapa negara bahkan melakukan intervensi. Contohnya Thailand yang mengharuskan dana asing masuk harus bertahan dulu enam bulan sebelum keluar lagi. Namun, Indonesia tidak menerapkan hal serupa. Sehingga, portofolio sektor riil kalah dengan keuangan. Padahal sektor riil butuh kestabilan nilai tukar.

Saat ini, pergerakan nilai rupiah tergantung lalu lintas uang.  Aviliani mewanti-wanti efek psikologis jika cadangan devisa Indonesia di bawah 100 miliar dolar AS, kondisi Indonesia dinilai mengkhawatirkan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement