EKBIS.CO, JAKARTA -- Rencana kenaikan tarif 13 ruas tol di akhir Oktober 2015 dinilai tidak adil untuk konsumen. Sebab, kenaikan tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan dan kemudahan untuk pengguna jalan tol.
"Tarif selalu naik, tapi kemacetan dan pelayanan lainnya tidak bertambah, bahkan makin parah," kata Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo kepada Republika, Senin (26/10).
Salah satu hal yang ia soroti yakni keparahan kemacetan yang makin merata di ruas tol. Ketika tarif naik, masyarakat oengguna tol tetap mendapatkan bonus jarak tempuh dari satu titik ke titik lain semakin lama. "Tarif harusnya bisa dijustifikasi memunculkan kenaikan manfaatnya, tapi ini tidak," paparnya.
Dari sisi regulasi, lanjut dia, undang-undang jalan tol memberi hak kepada operator untuk memberi usulan ke pemerintah untuk menaikkan tarif. Tapi itu tergantung pemerintah mengabulkannya atau tidak. Ia menerangkan, kenaikan tarif memang diamanatkan oleh undang-undang. Namun hal tersebut berdasarkan usulan dari pengusaha jalan tol. Pemerintah punya kewenangan untuk tidak mengabulkan permintaan kenaikan tarif tersebut jika kondisi tol tidak sesuai standar pelayanan minimum (SPM).
Sudaryatmo juga menyinggunh soal penyesuaian tarif yang mempertimbangkan efisiensi dari operator. Pertimbangan dikabulkan atau tidaknya kenaikan tarif dua tahun sekali juga harus mempertimbangkan indeks efisiensi. Kenaikan seharusnya diberikan jika operator sudah bisa membuktikan tindak efisien dalam pengelolaan tol.
Jangan sampai konsumen yang terdampak kenaikan tarif malah membayar inefisiensi yang seharusnya menjadi tanggung jawab operator. Ketika inefisiensi yang ditambal dari kenaikan tarif, maka peningkatan pelayanan akan terabaikan. "Misalnya, apakah jumlah trafik dengan personilnya ideal atau tidak, ini harus diperhatikan," tuturnya.