EKBIS.CO, JAKARTA -- Saham yang diperdagangkan emiten baru sekitar 10-20 persen. Hal ini membuat pasar modal Indonesia menjadi tidak likuid.
"Jika sekarang saham yang ditawarkan ke publik baru 10-20 persen. Kami harap makin banyak," ujar Kepala Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa keuangan (OJK), Nurhaida, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (9/11).
Menurutnya, bila pasar modal likuid, dampaknya akan semakin menarik minat investor. Terutama hal ini akan semakin terasa ketika Indonesia sudah memasuki periode Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Ini akan memperbesar pasar modal kita, sehingga sumber pemodalan kita makin memadai," lanjutnya.
Ia pun berharap ketika pasar modal semakin besar, makin banyak kesempatan investor untuk bisa melakukan transaksi pembelian saham. "Pasar modal makin berkembang, saham-saham bisa naik nilainya dan yang akan right isue juga makin besar karena akan banyak peminat yang beli," ujar Nurhaida.
Tentu dalam hal ini, Nurhaida menambahkan, tidak kalah penting adalah pengoptimalisasian produk pasar modal. Ia berharap ke depan akan makin banyak penerbitan obligasi dan jumlah saham yang tercatat di bursa. "Produknya, saham, obligasi, dan reksa dana ini masih perlu dikembangkan," tuturnya.
Dalam hal ini, likuiditas sangat dipengaruhi juga dengan kurang memadainya jumlah investor pasar modal di Indonesia. Dari sekitar 250 juta total penduduk Indonesia, jumlah investor yang aktif masih kurang dari 0,2 persennya.
"Dengan acara ini semoga semakin banyak publik yang mengetahui pasar modal. Nanti bisa dilanjutkan mereka cari tahu bagaimana investasi di pasar modal. Mudah-mudahan itu bisa membuat pasar modal makin likuid," papar Nurhaida merujuk pada acara Investor Summit and Capital Market Expo 2015 yang baru dibuka hari ini, di Gedung BEI.
(baca juga: OJK: Saatnya Pasar Modal Indonesia Lebih Terbuka)