EKBIS.CO, JAKARTA -- Niat keikutsertaan Indonesia di Trans Pasific Partnership (TPP) dinilai akan merugikan. Indonesia dinilai lebih baik membenahi kondisi dalam negeri terlebih dahulu dan menguatkan posisi di ASEAN Plus Three, yakni Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
"Kita punya banyak pekerjaan rumah dari mulai dweling time pelabuhan, konektivitas, angkutan ke Indonesia timur, listrik belum cukup," kata Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim di Jakarta, Selasa (24/11).
Niat keikutsertaan TPP baginya akan merugikan Indonesia yang saat ini posisinya masih lemah dibandingkan negara-negara maju anggota TPP. Ia pun mempertanyakan pemerintah yang begitu getol membela masuk TPP seolah Amerika merupakan negara terhebat. Padahal, ia menilai porsi kerja sama dagang Indonesia terhadap Amerika tidak mendominasi.
TPP, kata dia, awalnya merupakan prakarsa Australia dan Selandia Baru pada 2003-2004. Lantas pada 2010 Presiden Barrack Obama datang mengambil alih prakarsa tersebut. Ia punya maksud menyeimbangkan posisi dagang dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang digawangi negara-negara ASEAN serta China, Jepang dan Korea Selatan.
Jika Indonesia gabung TPP, ia menilai akan rugi karena sejumlah aturan dagang liberal yang mesti ditaati. Syarat yang diajukan negara maju di antaranya BUMN harus bubar, pembelian pemerintah dalam negeri harus juga dari swasta luar negeri serta jika ada peraturan yang mengganggu pemasaran antarnegara, maka boleh mengadu pada mekanisme di luar mahkamah hukum Indonesia. Ia juga menilai sejumlah peraturan TPP tidak dalam semangat mengindahkan kepentingan negara berkembang tapi lebih banyak membela kepentingan negara maju.
Menurutnya, kerja sama harus bersifat setara. Namun saat ini kondisinya, Indonesia tidak setara dengan negara maju anggota TPP.