EKBIS.CO, JAKARTA -- Kenaikan nilai pajak air permukaan (PAP) di wilayah Sumatra Utara dianggap mengancam eksistensi badan usaha milik negara yang memproduksi alumunium, PT Inalum.
Pemerintah Provinsi Sumatra Utara melalu Dinas Pendapatan Daerah menagih Inalum (Asahan II) berdasarkan tarif Industri progresif sebesar Rp 1.444 per meter kubik. Sehingga, dalam satu tahun surat ketetapan pajak daerah (SKPD) lebih dari Rp 500 miliar.
“Jadi ini jelas sangat memberatkan, tidak adil, dan Inalum bisa bangkrut karena pajak daerah ini,” nilai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya kepada Republika.co.id, Rabu (25/11).
Artinya, lanjut Heri, sebagai perusahaan BUMN, Inalum belum mendapatkan dukungan riil dari pemerintah daerah setempat. Pemda Sumur, ia sarankan agar tidak terlalu memaksakan kenaikan PAP terlalu tinggi sebagai bentuk kontribusi agar BUMN bisa lebih maju dan bersaing.
Padahal PAP untuk pembangkit listrik yang dijual ke PLN kepada Asahan 1 berdasarkan tarif Rp 7,5/Kwh. Pemprov Sumut pernah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengkaji besaran PAP yang wajar untuk pembangkitan listrik untuk kepentingan sendiri atas Inalum, yaitu Rp 19,8/KwH.
“Walaupun keberatan dengan hasil perhitungan Dispenda, Inalum tetap berkontribusi terhadap pendapatan daerah dari PAP. Khusus untuk pembangkit listrik, Inalum menggunakan tarif Rp 7,5 /kwh sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur,” jelas Heri.
Sebagai solusi, Heri mengusulkan agar Inalum meminta opini dari Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan segera membuat nota kesepahaman dengan Plt Gubernur Sumut. Sehingga tercapai kesepakatan pembayaran PAP sesuai saran BPKP.
“Terakhir, meminta kepada komisi terkait untuk menjadi masukan atas keberadaan otonomi daerah,” katanya.
Sebelumnya, Plt. Gubernur Tengku Erry Nuradi menerima direksi Inalum dan berjanji akan mengkaji ulang semua aspek yang menjadi permasalahan secara komprehensif.
Selanjutnya, membentuk tim pengkaji dari berbagai unsur dinas terkait agar memberikan titik temu bagi kedua belah pihak.
“Iklim investasi yang kondusif inilah yang selalu didambakan dunia usaha,” harap Tengku Erry.