EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia didesak untuk membayarkan ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan karena membuang limbah hasil tambang atau tailing ke Sungai Ajkwa. Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, jumlah ganti rugi ini sebesar 5 miliar dolar AS itu seperti yang pernah disinggung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli sebelumnya.
Marwan menjelaskan, apabila ganti rugi sebesar ini bisa dibayarkan oleh Freeport, maka pemerintah Indonesia tidak perlu lagi pusing memikirkan sumber pendanaan untuk mengambil hak negara atas saham Freeport sebesar 10,64 persen. Jatah saham ini sampai sekarang belum juga ditawarkan oleh perusahaan asal AS ini.
Marwan menyangsikan jika pemerintah Jokowi-JK berani untuk tidak memperpanjang operasi PT Freeport Indonesia. Meskipun begitu, Marwan mengusulkan solusi agar pemerintah tidak terlalu rugi besar jika PTFI masih bercokol di tanah Papua.
“Ini sebagai alternatif ketidakberanian pemerintah memutus operasi PTFI. Jadi lebih kepada langkah kompromi,” kata Marwan, dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12).
Marwan mendukung langkah pemerintah untuk mengubah rezim kontrak menjadi izin. Seiring dengan perubahan rezim kontrak karya (KK) menjadi rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pemerintah memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Apabila investor sepakat dengan prasyarat yang diajukan pemerintah, kata dia, maka mereka bisa tetap beroperasi.
Demikian pula sebaliknya, jika investor bersangkutan tidak sepakat, maka mereka tidak bisa melanjutkan operasinya di Indonesia. Dengan rezim ini, Marwan mengusulkan pemerintah mengajukan prasyarat yang memberikan benefit jauh lebih tinggi bagi Indonesia.
“Kita sebutkan pemerintah mau memiliki saham sampai 51 persen sejak 2021, kita mau royalti menjadi 6-7 persen, kita mau PTFI mengganti rugi kerusakan lingkungan sebesar 5 miliar dolar AS, dan smelter dibangun di Papua,” kata Marwan.
Sebelumnya, VP Corporate Communication Freeport Riza Pratama mengungkapkan bahwa pengolahan limbah di kawasan operasi KK Freeport telah sesuai dengan Amdal yang dikeluarkan pemerintah. Belum lagi, Riza menambahkan, seluruh pengolahan bijih yang dilakukan melalui proses fisika saja, tanpa proses kimia, sehingga tailing yang dibuang tidak berbahaya bagi lingkungan.