EKBIS.CO, JAKARTA -- Pelaksanaan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) secara resmi akan dilaksanakan pemerintah di awal 2016. Saat ini, konsep SPR sudah ada di bawah binaan Institut Pertanian Bogor (IPB) yakni di Sumatera Selatan, satu di Ogan Hilir, satu di Banyuasin dan tiga buah di Bojonegoro. "Ada juga di Jombang dan Sumenep, tapi belum maksimal karena peran dinas setempat kurang," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan Muladno Bashar, Jumat (11/12).
Output SPR yang telah eksis, dia mengatakan yakni mulai terbangun struktur populasi ternak. Terdata pula secara rinci berapa usia ternak yang setahun, dua tahun atau jumlah indukannya. SPR juga mendeteksi secara jelas berapa persisinya peternak memiliki lahan untuk pakan dan berapa yang akan dijual atau dipotong.
"Nantinya SPR juga bisa mengantisipasi pengurangan indukan, dicegah dengan cara diasuransikan," ujarnya.
Menurutnya, setiap SPR minimal memiliki seribu sapi dan itu semua terdata. Tidak ada pembelian ataupun pengadaan bibit di lokasi SPR, tetapi mengoptimalkan potensi ternak yang sudah ada di masyarakat lokasi SPR. Peternaknya akan dibina, ditingkatkan pengetahuan dan kemampuan manajemennya. Muladno mmengatakan pemerintah juga akan mengalokasikan minimal Rp 1 miliar untuk satu lokasi SPR.
(Baca Juga: Ini Alasan Mentan Ingin Pangkas Program Sentra Peternakan Rakyat).
Muladno lantas bercerita salah satu kisah sukses SPR di Bojonegoro. Di sana mahasiswa memberi contoh membuat bio gas, dimana kotoran sapi diolah menjadi sumber energi. Peternak senang melihat hal tersebut dan berinisiatif memperbanyak kotoran sapi agar energi yang dihasilkan semakin banyak.
Akhirnya peternak pun membuat kandang koloni dan mengumpulkan kotoran sapi dalam jumlah banyak. Dia mengatakan, dana awal yang dibantu dari pemerintah sebagai perangsang dan sisanya mereka bergerak mandiri. "Ini perubahan mindset, bukan hanya mengadahkan tangan minta bantuan terus, tapi mendidik agar mandiri," ujarnya.