EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merilis data Sharia Economy Outlook 2025 dengan mengungkapkan prediksi pergerakan pertumbuhan ekonomi pada 2025 mencapai hingga 5,2 persen. Angka tersebut meningkat dari prediksi pertumbuhan ekonomi pada 2024 di angka 5,07 persen.
“In general kita melihat ada ekspektasi pertumbuhan ekonomi di 5,1—5,2 persen dengan outlook inflasi yang akan kembali lagi,” kata Chief Economist PT BSI Banjaran Surya Indrastomo dalam acara Sharia Economy Outlook 2025 di Gedung The Tower BSI, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).
Angka tersebut diprediksi seiring dengan proyeksi tetap terkendalinya inflasi pada tahun depan di rentang kisaran target 2,5 plus minus 1 persen. Sehingga menjadi menopang daya beli dan permintaan domestik, di tengah risiko lemahnya permintaan eksternal. Hal itu dinilai terjadi meskipun pada tahun depan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai diberlakukan, dengan potensi peningkatan inflasi 0,4 persen, menurut perhitungannya.
Selain itu, ia juga menilai rumus program quick win pemerintahan Prabowo-Gibran berpeluang mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik di jangka panjang. Termasuk melalui industri makanan minuman, penyediaan makanan minuman, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
“Sektor berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia, juga sektor terkait infrastruktur berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2025,” lanjutnya.
Sementara itu mengenai pertumbuhan ekonomi global, Banjaran memprediksi perekonomian global pada 2025 diperkirakan akan tumbuh stabil. Namun sedikit tertahan akibat ketidakpastian arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik, terutama di kawasan Timur Tengah.
Di sisi lain, kenaikan tarif impor oleh AS terhadap beberapa negara yang memiliki surplus perdagangan tinggi dengan AS, termasuk China, berpotensi meningkatkan fragmentasi perdagangan global. Dengan adanya kondisi tersebut, ke depan China sebagai salah satu negara yang berpotensi dikenai kenaikan tarif impor berpeluang merelokasi ekspornya ke negara lain yang belum dikenai kenaikan tarif, seperti Vietnam.
“Yang perlu diwaspadai pada tahun depan tetap tiga hal, yakni AS, China, dan Middle East. AS efeknya ke financial market dan investasi, China efeknya ke ekspor, middle east efeknya ke komoditas. Dan tiga hal ini sangat berpengaruh bagi Indonesia,” ungkapnya.