EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy menilai ada skenario besar dalam munculnya skandal ‘Freeport Gate.’ Yaitu, surat kesepakatan antara PT Freeport Indonesia dengan Menteri ESDM, Sudirman Said yang menjanjikan perpanjangan kontrak pada Freeport dengan syarat ada tambahan investasi. Surat itu dikeluarkan Menteri ESDM tanggal 25 Juli 2015.
Karena itu, kata Noorsy, manuver Sudirman Said yang membongkar pertemuan Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid dengan Presiden Direktur PTFI, Maroef Sjamsoeddin di kawasan SCBD hanya permainan yang diskenariokan.
“Skenario yang dirancang itu untuk mengubah Undang-Undang Minerba,” kata Noorsy di Jakarta, Ahad (13/12).
Menurut Noorsy, pertemuan Freeport dengan Setnov dan Riza Chalid hanya mengindikasikan perusahaan tambang itu terdesak kebutuhan perpanjangan izin konsentrat. Padahal, hal itu sama saja memberikan peluang ke negara lain dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Menurut Noorsy, kebijakan yang dikeluarkannya tanggal 25 Juli tersebut, memberi ruang Koalisi Merah Putih (KMP) untuk mengajukan pemakzulan (impeachment). “Karena takut ada impeachment harus ada korban, maka jadilah SN (Setya Novanto),” kata Noorsy.
Dalam perkara Freeport Gate ini, posisi Setnov memang sudah terlihat sebagai pemburu rente. Namun, bukan berarti Sudirman Said seorang pahlawan. Perkara ini justru menutupi bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Jadi, seharusnya, KMP tidak ragu untuk ajukan impeachment ke Presiden Jokowi karena melanggar UU Minerba.
“Persoalannya KMP punya nyali tidak, kalau tidak berani, dua pihak (Sudirman Said dan Setnov) harus mundur dari jabatannya,” kata dia. (Freeport dan Kisah Panjang Posisi AS di Indonesia).
Namun, imbuh Noorsy, masyarakat harus tetap jeli dan ikut mengawal UU Minerba. Sehingga UU ini tetap berpihak pada rakyat Indonesia.