Senin 21 Dec 2015 02:03 WIB

BI Diminta Perketat Pelaporan Utang Luar Negeri

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia dinilai perlu mengantisipasi utang luar negeri (ULN) sektor swasta yang lebih dominan dari utang sektor publik dan didominasi utang jangka pendek.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, antisipasi yang bisa dilakukan BI adalah dengan mencatat betul semua ULN, termasuk utang perusahaan intra-group. Kalau tidak, ia mengatakan utang tersebut berisiko untuk makro ekonomi Indonesia.

''Perketat pelaporan dan pencatatan aliran modal luar negeri sehingga terekam betul berapa hutang swasta,'' kata Enny, Ahad (20/12).

Kedua, perlu dipastikan tidak ada ketidakcocokan (miss match) utang dengan penggunaannya seperti utang jangka pendek digunakan untuk program jangka panjang. Hal itu dinilai berisiko pada penerimaan dan aliran kas. Enny melihat banyak perusahaan properti bermasalah dengan hal tersebut

Perusahaan juga dinilai perlu tahu posisinya. Kalau produk mereka sepenuhnya ditujukan untuk pasar dalam negeri, ia menilai hal itu sangat berisiko kalau mengadakan ULN. ''Kalau orientasi ekspor, alur kas, dan pendapatan dolar AS, pembiayaan dolar, tidak masalah. Yang masalah kalau pendapatan rupiah, tapi utang dolar,'' kata Enny.

Ia menilai BI perlu punya wewenang soal izin ULN swasta termasuk BUMN di tengah era devisa bebas seperti ini. Karena kalau tidak, akan ada kelangkaan dolar AS. Efektivitas insentif untuk mendorong ekspor pun dinilai harusnya bisa dimanfaatkan. Devisa ekspor didorong untuk direinvestasi di dalam negeri sehingga ada peningkatan dolar AS.

BI mencatat, hingga akhir Oktober 2015 ULN Indonesia mencapai 304,1 miliar dolar AS dan 55,08 persennya (167,5 miliar dolar AS) merupakan ULN sektor swasta. Dari jumlah utang tersebut, 86,36 persen merupakan utang jangka panjang.

Sementara itu, ULN jangka pendek mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan kontraksi sebelumnya dari -7,23 persen (yoy) pada September 2015 menjadi -11,67 persen (yoy) pada Oktober 2015. ULN jangka pendek tersebut terdiri dari ULN sektor swasta sebesar 38,7 miliar dolar AS (93,36 persen dari total ULN jangka pendek) dan ULN sektor publik sebesar 2,8 miliar dolar AS (6,64 persen dari total ULN jangka pendek).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement