EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Strategis dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan mengingatkan soal kehati-hatian penarikan Utang Luar Negeri (ULN) oleh swasta. Ia menilai ULN swasta riskan sebab berpeluang membuat depresiasi rupiah.
"Kalau utangnya produktif, untuk belanja modal, itu harapan kita bisa dari dalam negeri, tidak perlu pinjam," kata dia.
Ia menilai pemasukan aset dari luar negeri dengan utang tidak menjamin kualitas barang tersebut baik. Di sejumlah kasus, barang-barang tersebut rentan rusak. Utang luar negeri juga diarahkan agar tidak banyak dialokasikan untuk barang-barang konsumsi.
Secara keseluruhan, menurutnya, perlambatan ULN di sektor swasta bagus karena berarti mengurangi impor. Tapi pemantauan harus dilakukan BI agar tidak sampai menimbulkan perlambatan ekonomi. Apalagi pemerintah pun menggulirkan sejumlah paket kebijakan agar usaha multisektor siap menghadapi perlambatan ekonomi global.
Di sisi lain, pemerintah masih akan menambah ULN di 2016 untuk meningkatkan cadangan devisa yang masih defisit. "Pemerintah akan mengatur porsi utang valas maksimal 30 persen di 2016," katanya.
Untuk paruh pertama 2016, porsi penerbitan utang akan mencapai 70 persen. Namun porsi tersebut tergantung posisi Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhir 2015. Jika nominal SAL besar, penarikan utang di awal tahun atau front loading akan dilakukan tak terlalu besar.
Baca juga: BI Diminta Perketat Pelaporan Utang Luar Negeri