EKBIS.CO, JAKARTA -- Merespons perlambatan laju pertumbuhan utang luar negeri (ULN) per Oktober 2015, pemerintah melakukan sejumlah fasilitas alternatif untuk menggenjot bidang usaha swasta multisektor. Deputi I Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Bobby Hamzar Rafinus menyebut salah satu caranya dengan menyederhanakan proses perizinan investasi di bidang pertambangan.
"Itu sudah kita lakukan agar waktu dan prosedur perizinannya bisa lebih pendek," kata dia saat dihubungi, Ahad (20/12). Ia mengakui, harga komoditas tambang yang sedang turun otomatis menurunkan tingkat investasi. Namun, bukan berarti tidak ada sektor lain yang bisa digenjot agar perekonomian nasional membaik.
Di samping penyederhanaan izin, pemerintah menggiatkan usaha di sektor pariwisata dengan promosi dan penyiapan infrastruktur. Sektor tersebut dinilai sangat potensial menarik devisa sebanyak-banyaknya.
Pemerintah, kata dia, tidak bisa memaksa swasta melakukan investasi di sektor tertentu. Sebab, mereka sudah memiliki pertimbangan usaha bisnis macam apa yang lebih bisa menjaring keuntungan. Makanya, pemerintah pun siap dengan memberikan sejumlah insentif, penyiapan lokasi usaha dan menyempurnakan regulasi berkaitan dengan investasi.
Sampai saat ini, kata dia, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berkoordinasi memantau pergerakan ULN hingga akhir tahun. "Dalam kondisi sekarang ini, banyak investor yang masih wait and see, menunggu respons ekonomi global pasca The Fed menerapkan jelas suku bunganya," kata dia.
Pemantauan tersebut nantinya dikaitkan dengan rencana bisnis perusahaan yang juga akan kentara di akhir tahun, tepatnya di kuartal pertama. Setelah itu, di kuartal II 2016 diprediksi ada kegiatan investasi swasta.
Utang luar negeri pada Oktober 2015 tumbuh 2,68 persen lebih lambat dibandingkan pertumbuhan September 2015 sebesar 2,72 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, posisi ULN Indonesia pada akhir Oktober 2015 tercatat sebesar 304,1 miliar dolar AS, terdiri dari ULN sektor publik sebesar 44,92 persen dari total ULN, dan sektor swasta sebanyak 55,08 persen.
Baca juga: BI Diminta Perketat Pelaporan Utang Luar Negeri