Senin 11 Jan 2016 20:03 WIB

Utang Negara Besar Diklaim untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memberikan paparannya dalam Indonesia Economic Quarterly berjudul 'Di Tengah Volatilitas Dunia', di Energy Building, Jakarta, Kamis (22/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memberikan paparannya dalam Indonesia Economic Quarterly berjudul 'Di Tengah Volatilitas Dunia', di Energy Building, Jakarta, Kamis (22/10).

EKBIS.CO, ‎ JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia membutuhkan utang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Utang tidak akan menimbulkan efek negatif asalkan digunakan untuk keperluan produktif.

"Selama dipakai untuk keperluan produktif, hasilnya pasti akan positif," kata Bambang di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Senin (11/1).

Total utang pemerintah pusat hingga 2015 sudah mencapai Rp 3.089  triliun atau 27 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Tahun lalu, pemerintah menambah utang sebesar Rp 382,3 triliun.

Jumlah tambahan utang tersebut lebih tinggi dari target dalam APBN Perubahan 2015 sebesar Rp 222,5 triliun dengan asumsi defisit anggaran 1,9 persen terhadap PDB. Namun, karena defisit anggaran melebar akibat penerimaan negara tak mencapai target, pemerintah terpaksa menambah porsi penarikan utang.

Bambang mengatakan, pemerintah terpaksa mengorbankan pelebaran defisit anggaran ketimbang memotong belanja pemerintah. Sebab, belanja pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, kata dia, ekonomi Indonesia tidak lagi bisa bergantung pada komoditas baik itu komoditas pertambangan maupun perkebunan. Ini lantaran harga komoditas sedang anjlok.

"Makanya, agar ekonomi tidak melambat lebih dalam, yang bisa kami jaga adalah pengeluaran pemerintah, khususnya belanja modal," ucapnya.

Baca juga: Defisit Anggaran Naik, Menkeu: Amerika Lebih Tinggi Defisitnya

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement