EKBIS.CO, JAKARTA -- Kondisi makro ekonomi yang melemah dan berdampak ke berbagai sektor ikut memengaruhi industri perbankan syariah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana mengatakan, dengan kondisi makro yang tidak bagus membuat kenaikan pertumbuhan industri perbankan syariah tidak signifikan. Beberapa bank syariah bahkan ada yang mengalami kondisi buruk.
Menurutnya, bank memiliki biaya yang harus dijaga seperti optimilisasi jaringan kantor. Hal itu dinilai menantang saat pendapatan turun. Namun, penyesuaian bisa saja dilakukan oleh bank saat jaringan kantor dinilai tidak produktif atau bisnisnya tidak sesuai proyeksi.
Hal itu tidak lepas dari imbas kondisi ekonomi pada industri non-bank sehingga mereka tidak mengambil pembiayaan bank. Efek lanjutannya adalah pada pertumbuhan bank dan kualitas aset.
''NPF perbankan syariah sampai September 2015 mencapai 4,8 persen dibanding konvensional 2,5 persen,'' ungkap Direktur Bank Permata Syariah itu, di Jakarta, Selasa (19/1).
Menurutnya, NPF naik karena pembiayaan lama bermasalah. Sementara, tahun lalu bank syariah tidak banyak melakukan pembiayaan karena kondisi ekonomi memburuk.
''NPF naik karena pembiayaan baru tidak naik sementara pembiayaan lama yang bermasalah naik,'' kata Permana.
Kendala lain adalah pada belum mampuya perbankan syariah menarik nasabah besar karena produk masih terbatas. Sementara ada tuntutan harga produk yang bagus, produk yang lengkap, dan layanan sangat prima oleh nasabah korporasi multinasional.
Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Presiden Direktur Karim Consulting Indonesia Adiwarman Karim menyampaikan, konsolidasi dua bank syariah besar sebenarnya diharapkan selesai pada 2016 ini karena mereka akan berperan penting meningkatkan aset perbankan syariah. Aset kedua bank syariah itu harus tumbuh setidaknya Rp 5 triliun dari kemampuan tumbuh normal Rp 7 triliun.