EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diminta dapat menarik dana dari para pengusaha pembakar hutan untuk membiayai restorasi gambut. Sehingga pemerintah tidak hanya membenahi kerusakan dan melepaskan para pihak yang bertanggung jawab.
"Pemerintah jangan jadi 'tukang cuci piring', pemulihan lahan gambut harus sekaligus menunjukkan wibawa negara kepada para pelaku pembakar lahan," kata Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Zenzi Suhadi di Jakarta, Jumat (22/1).
Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) diminta mengklasifikasi wilayah gambut yang akan direstorasi. Pembagiannya yakni gambut di kawasan konsesi, gambut di luar konsesi dan gambut di kawasan hutan. Menurut dia, beda kawasan harus beda penanganan dan semuanya harus dikoordinasikan dengan masyarakat.
Data Walhi menyebut, sepanjang periode Januari-September 2015 terdapat 24.086 titik api di lima provinsi. Titik api tersebar di kawasan Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Riau. Setelah dianalisis, titik api kebanyakan berasal dari lahan konsesi perusahaan. Rinciannya, ada 5.672 titik api di Kalimantan Tengah, 2.495 di Kalimantan Barat, 1.005 di Riau, 4.416 titik api di Sumatera Selatan, dan 2.842 titik api di Jambi.
Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli memaparkan, luas lahan terbakar pada 2015 seluas 135 ribu hektare. "Lahan seluas 70 ribu hektare atau 10 persen dari 135 ribu hektare merupakan lahan gambut," kata dia.
Saat ini Walhi Jambi sedang menjalankan upaya hukum berupa gugatan terhadap 18 perusahaan yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan di 20 desa dan lima kabupaten.
Gugatan, kata dia, diajukan oleh 100 orang warga terhadap lima grup perusahaan besar hutan tanaman industri yang terdiri dari grup APP dan Barito. Sementara perusahaan besar swasta sawit terdiri dari Perusahaan Simb Darby, GAR, dan sejumlah perusahaan penyuplai Wilmar.
Gugatan tersebut dinilai penting agar perusahaan pembakar hutan bertanggung jawab atas tumpukan kerugian yang diderita masyarakat akibat pembakaran hutan dan kabut asap. Kerugian tersebut bersifat multisektor, dari mulai finansial, kesehatan, pendidikan, perekonomian, dan sosial.