EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengaku heran dengan cepatnya hasil studi terkait pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang hanya tiga bulan. Padahal, proyek tersebut merupakan proyek infrastruktur besar dan akan menggunakan dana cukup banyak.
Ia juga kembali mempertanyakan keputusan pemerintah dalam menggandeng Cina untuk proyek tersebut. Agus menilai, seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman, seperti saat proyek pembangkit 10 ribu MW yang hingga kini belum rampung serta berbagai kerusakan yang terjadi.
"Sekarang mau pakai itu lagi. Bukan saya pro-Jepang. Tapi, selama 50 tahun Jepang tidak ada kerusakan dan kecelakaan (kereta api cepat)," ujarnya dalam diskusi bertema "Di Balik Proyek Kereta Cepat" di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1)
Menurutnya, dengan konsep Nawacita Pemeritahan Jokowi-JK sebaiknya untuk transportasi Jakarta-Bandung bisa dengan memaksimalkan kereta yang sudah ada. Dengan begitu, fokus pemerintah bisa dialihkan lebih maksimal lagi untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa demi pemerataan pembangunan.
Selain itu, Agus juga mempertanyakan kesiapan empat BUMN Indonesia seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT KAI (Persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero) yang tergabung dalam konsorsium terkait masalah pendanaan. Ia khawatir jika proyek tersebut justru akan membuat bangkrut ke empat perusahaan pelat merah tersebut.
"Kita ambil contoh Wika (Wijaya Karya) total aset hanya sekitar Rp 5,5 triliun, KAI punya aset Rp 7 triliun sebagian besar tanah, dan setiap tahun harus bayar Rp 1,4 triliun karena beli lokomotif, Jasamarga juga nggak punya uang karena lagi banyak bangun jalan tol, PTPN (VIII) ngandelin jual tanah. Kalau diambil empat bumn akan bangkrut," kata Agus.
Sedangkan rincian komposisi saham konsorsium keempat BUMN yakni, PT Wijaya Karya 38 persen, PT Jasa Marga 12 persen, PTPN VIII 25 persen, dan PT KAI 25 persen.