Kamis 28 Jan 2016 14:49 WIB

Audit Freeport, BPK Bidik Empat Aspek

Red: Nidia Zuraya
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membidik empat fokus yang menjadi aspek dalam melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) kepada PT Freeport Indonesia (FI). Dua aspek di antaranya mengenai penerimaan negara dan kewajiban divestasi dari perusahaan tersebut.

Anggota VI BPK Rizal Djalil mengatakan empat aspek yang menjadi fokus itu adalah, pertama, pelaksanaan secara menyeluruh Kontrak Karya PT FI dengan pemerintah Indonesia. "Pelaksanaaan ini dalam arti luas ya, harus dilihat apakah semua hal yang disepakati di Kontrak Karya ini dijalankan atau tidak," ujarnya di Jakarta, Kamis (28/1).

Meskipun PT FI bukan merupakan perusahaan negara, pemerintah memiliki saham di perusahaan yang berinduk usaha kepada Freeport-McMoran Inc itu. Dalam pelaksanaan semua klausul dalam Kontrak Karya selama ini, kata Rizal, BPK juga akan memeriksa semua kebijakan Kementerian ESDM dalam Kontrak Karya (KK).

Disinggung mengenai hasil sementara audit tersebut, Rizal masih enggan mengungkapkannya. Dia meminta waktu agar timnya fokus bekerja menuntaskan audit tersebut. Target dia, dalam dua bulan sejak akhir Januari ini, audit tersebut rampung dan dapat menjadi rekomendasi kebijakan pemerintah.

Rizal melanjutkan, aspek kedua yang menjadi fokus BPK adalah kewajiban Freeport dalam membayar pajak dan penerimaan bukan pajak kepada negara selama ini. BPK ingin melihat apakah negara sudah mendapat bagian semestinya seperti yang ditentukan dalam KK. "Ini sangat penting untuk gambaran pemerintah," ujarnya.

Aspek ketiga, lanjut Rizal, adalah realisasi komitmen Freeport selama ini dalam memulihkan dan melestarikan alam Papua. Hal tersebut, ujar Rizal, sudah menjadi kewajiban Freeport sebagai investor yang telah mengeruk kekayaan tembaga dan emas di kawasan Tembaga Pura, Papua.

Adapun aspek keempat adalah kewajiban divestasi saham miliki PT FI ke pemerintah. Saat ini, pemerintah dan Freeport masih belum menemukan titik terang untuk nilai valuasi saham dengan porsi 10,64 persen, sebagai bagian kewajiban divestasi Freeport yang ditentukan sebesar 30 persen kepada perserta domestik hingga 2019. Saat ini, kepemilikan saham pemerintah di PT FI baru sebesar 9,36 persen.

Disinggung apakah audit ini berasal dari permintaan resmi DPR, Rizal membantahnya. Menurutnya, pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK, di mana hasilnya akan menjadi rekomendasi BPK kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan terkait perpanjangan kontrak karya Freeport. "Ini inisiatif BPK, kami ingin membantu pemerintah," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement