EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman mengusulkan agar pemerintah mempercepat perizinan pemanfaatan hutan berbasis masyarakat yang terintegrasi dengan areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Pemanfaatan hutan juga diusulkan terintegrasi dengan hutan alam (HPH) dan HTI serta industri pengolahan kayu.
"Langkah itu bisa meningkatkan investasi hingga Rp 1.778,33 triliun, sementara tenaga kerja yang bisa diserap mencapai 9,34 juta orang," kata dia seusai melakukan pertemuan dengan Presiden RI di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/2).
Perizinan pemanfaatan hutan oleh masyarakat, kata dia, bisa diarahkan pada kawasan hutan yang tidak dibebani izin yang luasnya mencapai 29 juta hektare. Berdasarkan usulan revisi roadmap APHI, maka pada 2025 mendatang akan ada 12,7 juta hektare HTI, 3,5 juta hektare hutan tanaman rakyat (HTR), 2,8 juta hektare hutan rakyat, dan 1 juta hektare Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Potensi investasi yang bisa mengalir mencapai Rp 1.778,33 triliun, yang terdiri atas Rp 215,9 triliun untuk pembangunan HTI dan Rp 1.562,4 triliun untuk investasi di hilir. "Misalnya pengembangan dan operasional industri bubur kayu dan kertas, kayu lapis, kayu pertukangan, bio energi, dan mebel," ujarnya. Langkah integrasi dinilai akan mendukung tumbuhnya investasi di tanah air.
Selain itu, APHI juga mengajukan usulan revisi peta jalan pembangunan kehutanan berbasis hutan tanaman kepada Presiden. Terhadap usulan tersebut, kata dia, Presiden memberi arahan agar dilakukan pembahasan bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan asosiasi kehutanan.
Presiden juga meminta asosiasi kehutanan ikut bersinergi dan berkoordinasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) terkait pengelolaan lahan gambut dan kebakaran. “Dengan target pemulihan ekosistem gambut yang cukup luas, Pak Presiden berpesan kerja sama dengan para pihak, khususnya pemegang izin pemanfaatan hutan,” kata Irsyal.
Pemanfaatan hutan diminta tak mengorbankan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu APHI juga meminta pemerintah mengembalikan pungutan Dana Reboisasi (DR) menjadi Dana Jaminan Reboisasi (DJR) sehingga fungsi menanam kembali kawasan hutan terlaksana.
Ekspor kayu pertukangan dengan penampang yang lebih luas juga perlu dilakukan untuk memenuhi pasar premium. Sementara khusus di Papua dan Papua Barat, ekspor kayu gergajian perlu dipertimbangkan. Ia juga meminta Presiden menegaskan regulasi implementasi perjanjian anti kayu ilegal antara Indonesia-Uni Eropa, FLEGT-VPA secara penuh.