EKBIS.CO, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak serba mendadak dan melihat momentum yang tepat dalam merancang beleid hilirisasi mineral dan batubara dalam revisi Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara. Wakil Ketua Umum Bidang Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Listrik KADIN Garibaldi Thohir menilai, dorongan bagi pengusaha untuk membangun fasilitas pemurnian mineral atau smelter terasa terlambat.
Alasannya, meski ia menyadari pembentukan aturan lembang butuh waktu, namun pelaksanaan aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah bersamaan dengan anjloknya harga komoditas. Artinya, lanjutnya, secara momentum penerapan beleid ini tidak tepat.
Kondisi di atas membuat Boy, sapaan Garibaldi, untuk meminta pemerintah lebih berhati-hati dan matang dalam merumuskan hilirisasi mineral dan batubara, termasuk rencana relaksasi izin ekspor mineral mentah yang wacananya sudah disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pekan lalu.
Boy beranggapan, hilirisasi mineral dan batubara lebih baik dilaksanakan bertahap dan menyesuaikan masing-masing kondisi perusahaan pertambangan. Terlebih, sudah ada perusahaan yang selama ini sudah berupaya membangun smelter.
"Kami pikir lebih baik jangan drastis. Kami akan jembatani. Dulu awal mula isu ini mencuat saat mineral booming, tapi karena penerapan butuh bertahun-tahun, pas dijalankan industri mineral jatuh. Kami sepakat program hilirisasi untuk mencari nilai tambah. Tapi, nilai tambah seperti apa yang dicari?" ujar Boy, Senin (22/2).
Boy menegaskan, perumusan hilirisasi harus mementingkan kepentingan domestik tanpa mengesampingkan investasi asing yang dibutuhkan. Bicara soal wacana relaksasi ekspor mineral mentah, Boy menilai, pemerintah sebaiknya tidak lantas mundur dari aturan yang sudah diteken sebelumnya. Alasannya, kepastian investasi dibutuhkan oleh pelaku usaha.