EKBIS.CO, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan, kebijakan pemerintah berupa kesepakatan pengafkiran atau pemusnahan dini enam juta parent stock (PS) atau induk ayam seharusnya diatur Peraturan Presiden bukan berupa Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian.
"Instruksi yang hanya menggunakan kebijakan Direktur Jenderal, itu tidak cukup. Seharusnya Peraturan Presiden atau Undang-Undang. Tidak ada perintah resmi, hanya rapat yang dihadiri Dirjen," kata Kepala KPPU, Syarkawi Rauf, di Jakarta, Kamis.
Kesepakatan untuk pemusnahan dini dengan 12 perusahaan peternakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Nomor 15043/FK.010/F10/2015 perihal Penyesuaian Parent Stock.
Meskipun pengafkiran induk ayam tersebut merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah dan pelaku usaha untuk mengatasi rendahnya harga daging ayam, Syarkawi menyatakan belum mengetahui apakah nantinya akan ada pemanggilan pihak pemerintah dalam sidang lanjutan kasus tersebut.
"Nanti Majelis yang akan memutuskan, apakah perlu untuk memanggil Menteri (Amran Sulaiman) atau dirjennya. Saat ini ada 12 perusahaan terlapor," kata Syarkawi.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum dari PT Malindo Tbk yang merupakan pihak terlapor, Nurmalita Malik, menyatakan bahwa langkah yang diambil untuk turut serta dalam kesepakatan pemusnahan dini induk ayam itu merupakan perintah dari pemerintah yang apabila tidak dilaksanakan bisa dikenai sanksi.
"Pengafkiran ini tidak memberikan keuntungan apapun. Motif kami melakukan ini adalah perintah dari pemerintah. Dalam surat dengan tembusan ke Menteri Pertanian itu, bahkan ada sanksi jika kita tidak ikut (pengafkiran) lagi di tahap dua," kata Nurmalita.
Nurmalita menjelaskan, tindakan kartel seharusnya memiliki motif ekonomi yang mengejar keuntungan, namun apa yang dilakukan pihak Malindo hanya mengikuti arahan dari pemerintah.
Pemusnahan induk ayam tersebut merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya Surat Edaran yang ditandatangani pada 17 Oktober 2015. Dalam surat tersebut, perusahaan sepakat untuk memusnahkan enam juta induk ayam guna mengendalikan suplai.
Pemusnahan terbanyak dilakukan oleh Charoen Phokpand Indonesia (CPIN) dengan jumlah mencapai 50 persen dari total enam juta induk ayam. Sementara PT Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) harus memusnahkan sebanyak 16 persen.
Sementara sembilan perusahaan lainnya adalah PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT Cheil Jedang Superfreed (CJ-PIA), PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, serta PT Hybro Indonesia.