EKBIS.CO, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pemerintah Indonesia perlu usaha keras demi menyukseskan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang rancangan undang-undangnya (RUU) masih menggantung di DPR.
"Sebelumnya, sudah banyak negara yang menerapkan hal yang sama, tetapi tingkat keberhasilannya kecil," kata Resident Representative IMF di Indonesia Ben Bingham dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (21/3).
Dia melanjutkan keberhasilan pengampunan pajak bergantung pada bagaimana usaha pemerintah. Karena itulah IMF menyarankan jika nanti undang-undangnya sudah disahkan agar terus memberikan dorongan pada pemerintah.
Hal itu dibenarkan oleh ekonom yang juga Rektor Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko.
Menurut Prasetyantoko, potensi penerimaan negara dari pengampunan pajak memang besar, tetapi akan butuh kerja yang sangat keras demi menjadikannya nyata.
"Realitasnya tidak akan semudah rencana," katanya.
Prasetyantoko mencontohkan di Singapura, relatif banyak pengusaha Indonesia yang sudah terlibat dalam bisnis-bisnis besar seperti properti dan itu mempersulit "tax amnesty".
"Selain di properti, bisnis juga bisa masuk sektor mana pun. Ini yang membuat potensi pengampunan pajak tidak gampang diwujudkan," katanya.
Adapun RUU Pengampunan Pajak hingga saat ini belum dibahas di DPR karena para legislator masih menunggu tanggapan dan penjelasan pemerintah tentang dampak penerbitan aturan hukum itu bagi penerimaan pajak.
Walau begitu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tetap menargetkan RUU tersebut sudah menjadi UU pada tahun 2016.
Bambang pun menatakan bahwa para investor sudah memberikan perhatian terhadap kebijakan tersebut.
"Ada beberapa investor yang bertanya apakah 'tax amnesty' disahkan tahun ini atau tidak. Jadi, pelaksanaannya akan terus kita dorong," kata Menkeu dalam sebuah kesempatan.
Ia menambahkan bahwa pengampunan pajak penting untuk menjaga kelangsungan sektor publik dan berkontribusi terhadap pertumbuhan.