Senin 11 Apr 2016 01:00 WIB

Tak Ada Panen Raya, Harga Gabah Terus Tinggi

Rep: Lilis Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Penduduk memisahkan gabah hampa dan isi dengan menggunakan angin laut di pinggir Pantai Pamayangsari, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. (Republika/Edi Yusuf)
Penduduk memisahkan gabah hampa dan isi dengan menggunakan angin laut di pinggir Pantai Pamayangsari, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. (Republika/Edi Yusuf)

EKBIS.CO, INDRAMAYU -- Panen raya musim tanam rendeng 2015/2016 diperkirakan tak akan terjadi. Kondisi itu membuat harga gabah di tingkat petani akan terus tinggi.

"Karena tanamnya tidak serentak,  panen juga tidak serentak. Maka panen raya kemungkinan tidak akan terjadi," ujar Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang kepada Republika.co.id, Ahad (10/4).

Sutatang mengatakan, memasuki pekan kedua April, luas panen musim rendeng di Kabupaten Indramayu baru sekitar 35 ribu hektare dari total luas tanam sekitar 127 ribu hektare. Dia memperkirakan, panen masih akan terjadi hingga Juni 2016 mendatang.

"Yang panennya Juni ini yang tanamnya baru pada Maret," kata Sutatang.

Terjadinya panen yang tidak serentak itu akan membuat stok gabah di tingkat petani tak pernah menumpuk dalam waktu bersamaan. Kondisi itu bisa memicu terus tingginya harga gabah.

"Kondisi ini tentu membuat petani senang," kata Sutatang.

Harga gabah saat ini mencapai Rp 4.200 per kg. Bahkan, ada petani yang menawarkan gabahnya seharga Rp 4.700 per kg. Harga itu jauh lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP). Berdasarkan Inpres No 5/2015, HPP GKP di tingkat petani Rp 3.700 per kg dan di tingkat penggilingan Rp 3.750 per kg.

Sedangkan untuk GKG, di tingkat petani sebesar Rp 4.600 per kg dan di gudang Bulog Rp 4.650 per kg. Sutatang menyatakan, selain panen yang tidak serentak, ada hal lain yang menyebabkan harga gabah masih tinggi. Yakni faktor cuaca panas yang terjadi selama masa panen.

Banyak di antara petani yang memilih tidak langsung menjual hasil panennya kepada tengkulak. Mereka memilih untuk menjemur dulu gabah yang mereka panen hingga kadar airnya rendah. Selain itu, adapula petani yang memilih menyabit padinya usai Zuhur atau di atas pukul 12.00 WIB dan merontokkan keesokan paginya. Karenanya, kadar air pun akan semakin berkurang.

"Walau harga gabah tinggi, tapi tengkulak tetap berebut. Tidak cuma dari Indramayu, tapi dari luar daerah juga banyak," kata Sutatang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement